KakaTriaa Blog
Cerbung BaDai: Part II “Usah Kau Lara Sendiri”

3/24/2013 @ 2:45 PM | 0 Comment [s]



Casts: Cindai, Bagas, Difa, Novi, Gilang, Dinda, Salma, Chelsea, Angel Idola Cilik.
Guest: Kak Rina

Keherananku masih merasuki pikiran ini, bertanya tanya apakah ini Bagas yg sama, yg menabrak ku tadi? Bagaimana bisa berubah kayak gini sikapnya. Banyak pertanyaan yg terlintas di kepala ku saat Bagas menawari tempat duduknya untuk aku.
“Loe duduk di sini aja” tawarnya lagi
“Hmm… i…ya” jawabku
Tak ada yg bisa kami bicarakan bareng, Bagas hanya diam berdiri menatap jalan di luar. Aku juga engga tau mau ngomong apa, dia berbeda banget sama yg di sekolah tadi. Tadi dia marah marah engga jelas tapi di sini dia sangat diam dan jujur jauh lebih manis. Aku sesekali mendangak melihatnya tetep dengan posisi yg sama. Aku jadi engga tega, dia berdiri terus sepanjang jalan.
“Gas, capek ga?” tanya ku
“Engga” jawabnya cuek
“Kalo mau gantian juga gak papa kok”
“Engga”  
“Kamu turun dimana?”
“Di depan”
“Depan mana?”
Tiba tiba Bagas menatapku, terlihat agak kesal mendengar pertanyaan pertanyaan ku.
“Bawel banget sih!” jawab Bagas kesal
“Yaaa kan cuma nanya…” jawabku sambil menunduk
Silence and silence… aku engga enak mau nanya nanya ke dia. Kayaknya dia gak suka ditanya tanya gitu. Udah bagus dia mau ngasih bangkunya ke aku, harusnya berterima kasih jangan sampe malah membuatnya kesal. Akhirnya sampai juga di komplek rumah ku…
“Thanks ya gas” ucapan terima kasih ku
“Hmm” jawabnya males
Tanpa ekspresi dia merespon ucapan terima kasih ku, seketika itu senyumanku pun berubah menjadi ekspresi kesal. Ok baiklah mungkin dia lagi capek, iyalah sepanjang jalan dia berdiri aja di bis.

Melihat dan mendengar detik jam membuat waktu begitu terasa amat lama. Sudah hampir jam 10 tapi mama belum pulang. Aku sadar sebagai single parent mama harus berjuang menghidupi hidup nya, aku dan tentu pendidikan ku. Aku engga pernah complain karena terbuangnya waktu mama untuk aku karena aku pun tau dia melakukan ini semua demi aku. Kepindahan kami dari Manado itu merupakan keputusan terberat yg mama ambil. Meninggalkan semua yg kita punya di sana termasuk kenangan bersama papa. Ya, papa sudah lama meninggalkan kita dan sejak saat itu peran mama beralih menjadi kepala rumah tangga.
“Di depan ada yg jual nasi goreng gak ya?” gumamku. Jelas terasa lapar perut ini, daritadi sepulang sekolah hanya memakan indomie. Belum ketemu nasi bahkan di sekolah tadi pun hanya makan bakso pak Lukman yg kata anak anak paling enak di sekolah.
Sambil keluar rumah, menyelusuri komplek menuju tukang nasi goreng di depan komplek. Tiba tiba terdengar suara keributan di salah satu rumah di komplek ini. Entah rumah siapa, hanya terdengar pecahan pecahan barang dan teriakan wanita di dalam rumah itu. Aku pikir mungkin di dalam ada yg sedang berantem. Dan engga lama setelah mendengar keributan itu, ada seseorang yg keluar dari rumah itu. Dia nampak kesal dan marah. Membanting pintu dan keluar gerbang. Oh ya ampun…
“Bagas?” teriak ku heran
Dia hanya menengokku tanpa berkata kata dan langsung lari. Entah dia gak mau ketemu, negur aku atau dia memang engga tau nama aku. Tapi yg bisa ku liat dia sepertinya lagi sedih, seperti sedang menghadapi masalah besar tapi engga tau harus berbagi ke siapa.
Sepulang membeli nasi goreng masih saja aku memikirkan kejadian tadi. Mau kemana Bagas malam malam begini? Tanya ku di dalam hati. Pertanyaan ku, ku tanyakan saja besok di sekolah.

-di Sekolah-
“Pagi Cindai…” anak anak menyapaku dengan wajah yg sumringah
“Pagi semua!” jawabku pada Novi, Dinda, Salma dan Difa
“Eh kalian liat Bagas gak?” tanyaku
“BAGAS?” jawab mereka heran
“Iya… kenapa sih?”
“Kamu ngapain nanyain Bagas?” tanya Novi
“Loh emangnya kenapa? Kemaren tuh aku sebis bareng dia, ternyata kita searah”
“Oh kamu kemarin sebis sama Bagas ndai?” tanya Difa
“Iya fa, pas kamu pergi aku naik bis eh ternyata bisnya penuh – terus ada Bagas, dia ngasih tempat duduk buat aku” penjelasannku
“Hmmmm” mereka menjawab kompak

Melihat lihat di sekolah baru adalah salah satu hal yg menyenangkan, selain bisa tau seluk beluk sekolah aku juga bisa tau kebiasaan anak anak disini itu seperti apa.
“Wah ada ruang teater ya?” tanyaku antusias
“Iya ndai, disini biasanya buat kalo ada seminar, kelulusan, pertunjukkan seni. Ya apapun itu” jawab Gilang yg menemaniku keliling keliling sekolah
“Hmm ada club drama juga gak?”
“Ada sih, cuma mereka lagi vakum”
“Loh kenapa?”
“Engga tau”
“Hmm sayang banget, mestinya ruangan sebesar dan sebagus ini bisa digunain buat pertunjukan seni ya” ucap ku heran
“Yaa mestinya begitu…” jawab Gilang singkat.

-Bel Istirahat Berbunyi-
“Ke kantin gak?” ajak Dinda
“Aku di sini aja ya, engga laper juga kok” jawab ku
“Oh yaudh, kita mau ke kantin dulu ya. biasa makan baksonya pak Lukman” ungkap Gilang
Mereka pun pergi ke kantin bareng bareng, hanya ada aku dan beberapa anak lain yg tinggal di kelas. Aku sih masih penasaran sama kejadian semalam, kemana perginya Bagas malam malam begitu dan sekarang pun engga keliatan di seko…
“Bagas?” tiba tiba melihatnya melawati depan kelasku. Berusaha mengejar dia, minta jawaban atas pertanyaan pertanyaan aku semalem. Dia tetep gak berenti walau udah aku panggilin.
“Bagas, tunggu”
“Kenapa?”
“Mau kemana?” sambil ter’engah engah
“Urusan loe apa?”
“Yaa kan cuma nanya…”
Sambil mengela napas akhirnya dia menjawab pertanyaan ku, mungkin juga karena engga tega melihat aku ngos ngosan gara gara ngejar dia.
“Mau ke lapangan, kenapa?”
“Lapangan basket?”
“Iya”
Tiba tiba ada dua anak perempuan manggil manggil Bagas dari kejauhan, seperti ada hal yg penting berlari menghampiri Bagas.
“Gas, yuk. Kamu udah ditungguin tuh sama anak anak” kata salah seorang dari cewe itu
“Iya, lagian kamu ngapain sih ngobrol disini – sama dia lagi!” kata seorangnya lagi.
Perasaanku mendadak gak enak, kayaknya mereka engga suka melihat aku ngobrol sama Bagas. Siapa sih mereka? Itu yg ada dipikiranku saat itu. Akhirnya Bagas meniggalkan kami bertiga dan segera bergegas menuju lapangan.
“Loe jangan deket deket ama Bagas deh” ancam seorang dari mereka
“Emang nya kenapa?” tanya ku heran
“Bagas tuh gak level main sama anak kampung kayak loe!” jawabnya lagi
Aku seperti sedang diancam sama mereka. Walau engga tau mereka siapa tapi keliatannya mereka itu cukup terkenal di sekolah ini. Terbukti ketika mengancam ku, anak anak yg lain semua pada melihat ku. Mungkin lebih baik aku tanya kan saja sama anak anak di kelas.

-di Kelas-
“Difa, kamu tau gak dua anak perempuan yg deket sama Bagas?” tanyaku pada Difa
“Hmm dua anak cewe?”
“Iya”
“Yang deket sama Bagas itu, Chelsea sama Angel. Hmm engga deket juga sih tapi mereka berdua ngejar ngejar Bagas gitu. Emang kenapa?”
“Chelsea dan Angel? Hmmm”
“Kenapa sih?” tanya Difa heran
“Eh engga papa kok. Hehehe” jawabku nyantai

Pelajaran Biologi di mulai. Bu Rina membagi kelompok di kelas. Aku kebagian sekelompok sama Difa dan Gilang, sementara Novi bareng sama Dinda dan Salma. Seperti kebanyak tugas dari sekolah manapun, bu Rina menyuruh kita membuat makalah. Dan beliau memperbolehkan kamu mencari sumber sumber di perpustakaan.
-di Perpustakaan-
“Lang, tadi bu Rina bilang ini makalah buat presentasi ya?” tanya ku
“Iya ndai, bu Rina udah biasa nyuruh anak anak nya buat makalah. Sampe bosen!” jawabnya
“Iya ndai, padahal pas presentasi juga dia gak begitu merhatiin. Malah sibuk make up” ungkap Difa
“Ah serius? Hahaha”
“IYA” Difa dan Gilang jawab kompak.
Kejenuhan kami pun lepas dengan saling mendengar cerita cerita para guru di sekolah ini. Sampai akhirnya…
“Eh itu Bagas?” tanya Gilang heran
“Iya, ngapain ya dia di perpus. Kelas VIII 1 kan ada Miss Winda” jawab Difa juga heran
“Eh ndai mau kemana?” tanya Difa dan Gilang heran ketika aku langsung beranjak dari tempat dudukku.
“Sebentar, aku ada perlu” jawabku buru buru
“Bagas” Sapa ku dekat rak perpus paling belakang. Bagas hanya menoleh males sambil bilang
“Kenapa?”
“Eh aku mau tanya sama kamu”
“Tanya apa?” balik tanya
“Semalem kamu mau kemana malam malam begitu? Terus di rumah kau ada apa, koq aku dengar…” belom selesai aku ngomong, dia menutup buku yg dia bacanya sambil marah.
“Eh loe tuh siapa sih? Mau tau banget urusan orang?” bentak Bagas
“Hmm ya engga, siapa tau aja aku bisa bantu”
“Bantu apa? Loe tuh malah buat gue pusing tau gak? Udah deh urus aja urusan loe!”
Aku melihat matanya, seperti ada beban yg teramat dalam yg di pendam Bagas. Aku hanya ingin bisa membantunya tapi kalau niat baikku ternyata ditanggapi seperti itu ya aku engga bisa berbuat apa apa lagi. Bagas meninggalkan ku di belakang. Anak anak yg sempat mendengar percakapan kami hanya terdiam melihat Bagas semarah itu terhadap ku.
Difa, Gilang datang menghampiri ku yg masih tertegun di rak belakang.
“Udah ndai, gak usah di tanggepin. Bagas emang orangnya gitu, dia agak tertutup” Gilang nenangin
“Iya ndai, tapi sebenernya dia orangnya baik kok. Mungkin dia lagi ada masalah aja” kata Difa
Iya pasti dia ada masalah, aku tau. Justru itu aku hanya ingin bantu Bagas menyelesaikan masalahnya. Tapi…
“Hmm iya…” jawabku
Tugas selesai, tinggal dikumpulkan ke bu Rina. Dan tinggal menunggu giliran kelompok kami presentasi. Benar saja kata Gilang, pasti kita kebagian dua minggu lagi – melihat banyaknya kelompok yg presentasi.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan aku mendadak malas pulang. Di rumah pun pasti sendiri, mama jelas belum pulang. Semalam saja dia baru sampai rumah jam sebelas malam. Ternyata setelah jam sekolah pun masih banyak anak anak di sekolah, ada yang ekskul basket, paskibra, karate dan macem macem. Hmm sayangnya aku engga suka olahraga, kalo aja suka pasti udah ikut salah satu ekskul itu.
Mengingat tempat  bagus yg tadi Gilang kasih tau, jadi ingin kesana lagi – lab teater. Andai saja di tempat sebagus ini, aku bisa bernyanyi di sini. Melihat lihat ada banyak alat music di atas panggung ini, dari drum, keyboard, gitar dan masih banyak lagi. Sampai pada akhirnya mata ini melihat sebuah microphone menyala, sepertinya habis ada yg gunakan tapi lupa untuk mematikannya. Seperti naluri seorang penyanyi, memegang mic jadi ingin bernyanyi. Tapi keraguan ku cukup besar, sudah lama sekali aku tidah bernyanyi. Apakah aku masih bisa? Itu yg ada di benakku.
Aku jadi teringat Bagas, mungkin saat aku punya alasan untuk bernyanyi, aku menjadi lebih percaya diri untuk bernyanyi lagi. Aku memulai mencoba kemampuan ku untuk bernyanyi, meskipun tanpa music…
Ku lihat mendung menghalangi pancaran wajahmu
Apa gerangan bergemuruh di ruang benak mu
Sekilas kalau mata ingin berbagi cerita
Usah kau lara sendiri, masih ada asa tersisa   
Letakkan lah tanganmu di atas bahu ku
Biar terbagi beban itu dan tegar dirimu
Baru sekitar dua bait ku bernyanyi, sudah dihentikan oleh seseorang yang berdiri di depanku. Heran dan kaget menghinggapi pikiranku. Sejak kapan dia disana, sejak kapan dia mendengarkan aku bernyanyi – yg jelas Bagas melihatku tajam dan diam di sana      …

-bersambung-

Label: ,



Older Post | Newer Post
Navigations!

Refresh About Cerpen Cerbung


Let's Talk!

Followers!


message?


The Credits!

Template by : Farisyaa Awayy
Basecode by : Nurynn
Full Edited : Tria