Cerbung BaDai: Mau Tapi Malu part 25 [ENDING]
5/16/2013 @ 7:25 PM | 1 Comment [s]
Casts: BaDai and friends
Ujian nasional semakin hari semakin dekat. Semakin dekatnya juga hubungan dua insan manusia ini yg masih terlalu muda untuk serius tapi tidak juga untuk main main. Di sore hari, kegiatan belajar bersama menjadi tempat untuk mereka bener bener belajar. Cindai sering menjadi tempat bertanya dan mengajari teman temannya yg kebingungan. Seperti pada sore ini juga
“Ndai bisa bantu gak?” teriak
Novi dari ruang tengah
Cindai yg sama Bagas tadi agak
menjauh dari anak anak pun mulai berkumpul kembali mendekati mereka
“Iya nov!” teriak Cindai
menghampiri mereka
“Yaelah ganggu aja…” ujar Bagas
pelan
“Ayo gas, katanya mau belajar”
ajak Cindai
“Iyaa. Yuk” mereka beranjak dari
kursinya menuju ruang tengah
Menghampiri anak anak yg lagi
kelimpungan menjawab latihan latihan soal, seperti melihat sosok malaikat
ketika Cindai datang – berharap dia bisa menjawab semua soal yg kurang ajar itu
“Nah akhirnya… ndai ini gimana
sih?” tanya Salma
“Mana? Oh ini…” Cindai melihat
soal yg menurut nya sama sekali engga kurang ajar
Kembali mereka mengerjakan
latihan soal soal itu, dibantu sama orang yg bener bener mengerti akan subject
nya membuat semuanya jadi terasa lebih mudah. Bagas pun yg sebenernya males
malesan belajar jadi lebih ada niat untuk belajar, karena Cindai dan juga
penjelasan yg diberikannya. Kadang penjelasan yg Cindai kasih engga begitu
didengerin, Bagas cuma liat ekspresi nya Cindai menjelaskan semua materi materi
dengan gamblangnya.
“You are so brilliant” puji Bagas
“Yes you are!” tambah anak anak
“Thank you hahaha” jawab Cindai
*** Akhirnya mereka menghadapi ujian nasional, ujian yg menurutnya engga nasional nasional amat. Masih banyak yg gak serempak lancarnya di Indonesia. Cuma sebagian aja yg berjalan lancar, di kota khususnya.
“Aduh nervous nervous nervous
nervous!” ujar Novi di depan ruangannya sesaat sebelum masuk ujian
“Tenang aja lah nov” hibur Salma
“Iya, nyante aja. Everything is
gonna be alright” ujar Gilang
“Tul!” kata Difa
“Yg penting kan kita udah
belajar” tambah Cindai
“Iya bener, usaha udah sekarang
tinggal berdoa” ucap Dinda dewasa sekali, jauh berbeda dari tubuhnya yg imut
imut
“Woooow… tumben Dinda ngomongnya
begitu” ujar Gilang nyengir dan tak percaya
“Hehehe” respon Dinda juga cuma
nyengir
“Ndai!” teriak Bagas menghampiri
dari ruangannya
“Kenapa gas?” tanya Cindai
“Gud luck ya!”
“Bagas juga ya”
“Kalian juga gud luck ya!” ujar
Bagas ke anak anak yg lain
“Yoi! Sama lu juga, gud luck!”
Menjalani ujian emang serba salah, kalo dibuat susah ya pasti akan susah tapi kalo dibuat gampang juga belum tentu gampang. Mungkin prinsip ini yg dipercayai oleh kebanyakan anak anak termasuk anak anak mading dan Bagas. Berhari hari mereka menjalani ujian nasional itu, sangat berharap bisa lulus dengan nilai ujian yg baik dan diterima di sekolah favorite. Bagas dan Cindai juga agak jaga jarak selama minggu ujian, mereka juga sama sama focus untuk study nya. Setelah ujian, mereka seperti melepaskan beban yg selama seminggu ini dipikulnya.
“Ahhhhhhhhh akhirnya kelar juga
ujiannya” ucap Gilang
“Iyaa bener… hari terakhir! Lega
banget rasanya!” tambah Difa
“Mudah mudahan kita semua lulus
ya” ujar Dinda
“Iya, lulus dengan hasil yg baik
pastinya” tambah Novi
“Hay guys!” sapa Bagas
menghampiri anak anak di depan ruangan ujian
“Hay gas!”
“Cindai mana?” tanya Bagas yg tak
melihat Cindai disana
“Tadi kayaknya lagi ngobrol ama
Fatah deh” ujar Salma
“Hah? Dimana?” tanya Bagas kaget
“Mungkin di kantin, tadi dia
keluar duluan sih” jawab Salma
Bagas mencari cari sosok Cindai
di penjuru sekolah, hati nya panas pas denger Cindai lagi ngobrol sama Fatah.
Pikirannya udah kemana mana, belum tenang sebelum meliatnya langsung. Menuju
kantin dengan pikiran yg engga engga membuat jalannya menjadi engga hati hati
“Eits!!! Santé dong bro mau
kemana sih buru buru?” ujar Josia yg ditabrak Bagas
“Ah bukan urusan lu!” jawabnya
“Ah nyari Cindai ya?”
“Dimana dia?!”
“Lu nanya apa ngajak ribut sih?
Tenang bro’ gue udah give up sama dia dan dia juga kayaknya lebih tertarik sama
yg pinter deh” papar Josia
“Hah?! Maksud lu?”
“Iya tadi gue liat dia ngobrol
deket banget sama Fatah”
“Dimana?!” tanya Bagas perasaanya
udah gak karuan
“Tadi sih di kantin, engga tau
deh sekarang”
“Oke deh’ thanks!”
Beranjak meninggalkan Josia
menuju kantin, berharap apa yg dibilang Salma dan Josia itu engga benar. Untuk
apa Cindai ngobrol sama Fatah? Otaknya kini dipenuhi sama pertanyaan itu.
Melihat lihat kantin yg banyak anak anak, itu membuatnya susah untuk mencari Cindai
tapi seperti ada jalan yg menuntunnya untuk menemukan Cindai
“Ndai” sapa Bagas ke Cindai yg
benar saja lagi ngobrol dengan Fatah
“Eh gas, sini duduk” ajak Cindai
dengan tenang
“Hey gas!” sapa Fatah
“Lagi ngapain?” tanya Bagas yg
kini duduk di samping Cindai
“Kenapa gas? Tampangnya gitu
amat” ujar Fatah melihat Bagas yg seperti lagi cemburu
Cindai yg melihat keadaan itu
langsung menjelaskan semuanya, walaupun pertanyaan itu ditujukkan untuk Fatah,
namun dia yg mengambil alih untuk menjawabnya
“Abis nanya nanya soal sekolah
SMA yg bagus gas” papar Cindai
“Oh” jawab Bagas cuek
“Kan papa nya Fatah guru di SMA,
mungkin aja punya info tentang sekolah yg bagus di sini” tambah Cindai
“Iya begitu gas. Emang kenapa
sih?” tanya Fatah
“Engga papa! Tapi deket banget
kayaknya” ujar Bagas
“Emang kenapa kalo deket?” tanya
Fatah memancing
Bagas merasa emosinya masih belum
surut walaupun udah dijelaskan, merasa terpancing saat Fatah bilang seperti itu
ke dia, baru mau mengucapkan sesuatu – dirinya dikagetkan oleh genggaman tangan
di bawah meja. Dia melihat genggaman itu, tangan Cindai yg menggenggam
tangannya di bawah meja – Cindai seperti memberi kode kalau dia tetap menjaga
hatinya untuk Bagas.
“Gak papa” jawab Bagas ke Fatah
lebih tenang
Meninggalkan situasi yg membuat emosi Bagas naik, kini saat nya pulang sekolah. Ujian udah selesai – tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Sepertinya setelah ujian engga bisa lepas dari ketegangan begitu saja, tetap masih tegang untuk menunggu kelulusan. Bagi Cindai engga cuma tegang menunggu kelulusan – dia juga bingung kemana untuk melanjutkan sekolah. Dia gak tau sama sekali tentang sekolah di Jakarta, berharap bisa masuk SMA yg benar benar bagus menurutnya, oleh sebab itu dia mencari cari informasi dari Fatah.
“Kok diem?” tanya Bagas
“Bingung” jawab Cindai
“Kenapa?”
“Sekolah”
“Masih mikirin soal sekolah?”
“Iya lah”
“Lulus juga belum ndai”
“Ya tapi kan mesti prepare gas”
“Serius banget ya kamu”
“Iya lah sekolah kan penting”
“Entar kalo udah SMA kamu bakal
lebih serius lagi?”
“Eh’em” jawab Cindai menganggukan
kepalanya
“Entar lupa sama Bagas”
Cindai senyum mendengar omongan
Bagas…
“Gas…”
“Hmm”
“Kan kita udah janji” ujar Cindai
senyum
“Menjaga hati satu sama apa
berarti memiliki hati itu?” ucap Bagas
“Kayak tadi Cindai ngobrol sama
Fatah, apa Bagas boleh marah?” tambahnya
“Gas, hati Cindai kan buat Bagas”
ujar Cindai menenangkan Bagas
“Hati Bagas juga cuma buat
Cindai”
“Yaudah itu yg terpenting tapi
Bagas juga harus jaga hati itu, saat SMA pasti banyak cewe cewe yg naksir” ujar
Cindai lesu
“Bagas akan terus tunggu Cindai
kok” ujar Bagas menyakinkan Cindai
“Orang nunggu kan capek gas”
“Tapi kalo menunggu seseorang yg
juga menunggu kita, capek nya pasti engga kerasa”
“Cindai juga akan tunggu Bagas”
jawab Cindai senyum dan dibalas senyuman juga
Pengumuman kelulusan pun datang, mereka semua bersorak gembira di sekolah. Hampir semua murid murid SMP Tunas Bangsa lulus. Saat itu juga ada panggung seni di lapangan, seperti benar benar melepas kepergian murid murid kelas 9. Hari itu benar benar dijadikan hari perpisahan sebelum sibuk untuk mengurus kelanjutan sekolah masing masing.
“Hey ndai selamat ya!” ujar anak
anak menyelamati Cindai sebagai lulusan terbaik
“Yaa selamat semuanya!” ujar
Cindai dan saling berpelukan dengan cewe cewe
“Ikut dong” ucap Gilang
“Yeeeeeee! Tuh pelukan ama Difa”
ujar Novi
“Yaudah sini” ajak Difa
“Hahahaha ogah!” jawab Gilang
“Sana yuk deket panggung, asik
nih music nya” ajak Gilang mengangguk-anggukan kepala mendengar lagunya Maroon
5
“Yuk!”
Mereka semua jingkrak jingkrak’an
di depan panggung, dengan music sekenceng itu – engga ada yg bisa mendengar
satu sama lain kecuali teriak. Bagas menghampiri karumunan anak anak itu,
seperti udah tau dimana keberadaan Cindai - dia ikut gabung jingkrak jingkrakan
seperti yg lain. Engga ada perbedaan mana dari kelas yg mana, semuanya berbaur.
“Hay” ucapnya senyum melihat
Cindai di sampingnya
“Hay” balas Cindai juga senyum
“Selamat ya” kata Bagas
“Apa?!” tanya Cindai memang engga
mendengar apa yg diomongin Bagas
“Selamat Cindai !!!” ujarnya kini
teriak
“Hahaha Selamat juga Bagas !!!”
respon Cindai juga teriak
Masih di tengah keramaian anak
anak yg asik jingkrak jingkrak mengikuti music yg up beat, Bagas menjulurkan
tangannya seolah mengajak Cindai untuk saling berpegangan tangan. Cindai
merespon dengan senyum senyum malu yg membuat Bagas makin seneng ngeledeknya
dengan rayuan rayuan
“Cindai cantik banget hari ini”
“Bukannya tiap hari ya? haha”
“Iya setiap saat malah” ujar
Bagas menatap Cindai
“Aah Bagas…” ujar Cindai malu
malu
“Sini deh ndai Bagas
bisikin…”
“Apa?” Cindai mendekatkan telinga
nya ke Bagas
Bagas menyambutnya namun bukan
sebuah bisikan yg ia bisiki tapi sebuah kecupan manis mendarat di pipi Cindai
dengan lembut. Ciuman pertama di saat kelulusan, di saat semua orang sibuk
dengan euforianya masing masing.
“Bagas…???” ujar Cindai memegang
pipinya malu dan tak percaya
Bagas hanya senyum senyum melihat
Cindai berubah salah tingkah dan malu seperti itu
“Bagas sayang Cindai” ucap Bagas
yg kini benar benar membisiki ke telinga Cindai
Cindai senyum dan membalas
“Cindai juga sayang sama Bagas” balas Cindai juga dengan membisiki ke telinga
Bagas
Kebahagiaan bersemayam di wajah wajah anak anak itu, bahagia bisa lulus dengan nilai yg bagus atau ada juga yg bahagia akhirnya bisa lulus saja. Itu juga terjadi di wajah Bagas dan Cindai, kegembiraan terlihat jelas di dua insan remaja itu. Mereka engga cuma bahagia bisa lulus tapi juga bahagia bisa menyayangi satu sama lain. Ucapan Bagas memang benar, kita engga bisa milih kapan waktunya kita mulai suka sama seseorang, kita juga engga bisa milih untuk menyukai siapa – semuanya terjadi begitu saja, alami seperti kebanyakan anak anak di dunia tapi omongan Cindai juga engga kalah benarnya, ya walupun masih SMP tetap engga bisa dibilang kalau ini serius tapi perasaan sayang sama seseorang kan engga pernah ada yg main main – juga terjadi secara serius. Namun sepertinya peri cupid juga engga pernah salah menancapkan anak panahnya ke siapa yg menurut dia pantas. Seperti Bagas dan Cindai yg telah ditancapkan anak panah dari si peri cupid itu. Walaupun engga dideklarasikan seperti Indonesia yg minta pengakuan kemerdekaan dari Negara lain, namun sikap prilaku yg mereka berikan dan tunjukkan sudah menggambarkan kalau mereka saling menyayangi. Pengalaman SMP emang engga bisa dilupakkan begitu saja, walaupun masih ada jenjang SMA yg gak kalah seru – tapi pengalaman ini cukup berharga bagi dua insan yg saling menyayangi ini. Apakah berlanjut? We never know tapi mereka punya janji untuk menunggu satu sama lain dan lebih serius ketika dewasa nanti. -sekian- from writer:
Terima kasih semua yg selama ini
udah mau baca tulisan ku yg ala kadarnya ini, comment yuk di postingan ini atau
comment di facebook atau bisa juga mention di twitter; kasih pendapat kamu
bukan cuma part ending ini tapi secara keseluruhan part. Biar ada motivasi kalau
suatu saat aku mau nulis cerita lagi hehehe - oya nanti juga comment comment
kamu, bakal di taro di blog ini buat kenang kenangan :)
once again, I am Tria, would like
to say thank you so much and I am sorry if you are not satisfied with the
ending. I tried to write the appropriate story for teenagers.
|
Navigations! Let's Talk! Followers! message?
The Credits! |