KakaTriaa Blog
Birthday

8/01/2014 @ 7:06 PM | 0 Comment [s]

Bagas tampak termenung di ruang tengah, di sebuah asrama Idola. Disana berkumpul semua para calon idola, mereka di sini belajar dan berlatih; bukan hanya berlatih bagaimana menyanyi dan menari dengan baik tapi mereka juga diajarkan bagaimana menjadi seorang idola yg memiliki attitude yang baik. Bagas salah satu member idola yang sudah bergabung di asrama itu  sejak tahun lalu dan sekarang asrama dan teman-temannya adalah keluarga barunya.
Dia masih termenung. Tayangan tv dan keberisikan teman-temannya yg berkumpul di sana tak membuat dirinya lepas dari ketermenungannya. Kaki nya di selonjorkan, ditaruh di atas meja, badannya disenderkan lemas di sofa hitam empuk, kedua tangannya dilipat, ditekuk didekap dadanya dan sesekali ia menghela napas panjang.
Cindai keluar dari kamarnya dengan wajah sumringah dan langsung turun menuju ruang tengah. Matanya langsung tertuju ke seseorang yg memakai kaos biru yg sedang santai di sofa sana. Dia mendekat, mengendap-ngendap dari belakang dan hap! Cindai menutup mata Bagas dari belakang “tebak siapa aku” tanya nya.
Bagas kaget dan tersenyum dikit. Dia belum mau menjawab. “ih siapa aku!?” tanya Cindai gregetan. “hmm…” Bagas pura-pura mikir. Dia mengendus, mencium aroma wangi shampoo dari rabut Cindai yg basah. “shampoo nya ganti ya?” tanya Bagas ngawur.
“ck iiiih” Cindai kesel. Dia loncat ke sofa dari belakang dengan bête. Bagas tersenyum puas. Wajahnya langsung berubah 180 derajat. Berbalik dengan Cindai, wajahnya langsung ditekuk, mulutnya dimajukkan beberapa centi. “heh!” sikut Bagas mencoba menggoda. “tau ah!” balas Cindai jutek. “diiih emang wangi nya beda, kamu ganti shampoo ya?” kekeuh Bagas, sambil mencium rambut Cindai. “jangan pegang, pegang!” sewot Cindai. menarik rambutnya dan menggeser duduknya sedikit. Bagas kembali tersenyum, dia pun ikut menggeser tubuhnya. Cindai kembali menggeser, dan begitu pula dengan Bagas. “iiih Bagas!!!” teriak Cindai. “iiih Cindai!!!” teriak Bagas.
Sontak anak-anak yg lain langsung melihat Bagas Cindai. “Ciyeeeeeeeeeeee” sorak mereka. “yee biasa deh tom & jerry” ledek Difa. “deket berantem, jauh ngangenin haha” timpal Gilang. Cindai langsung melempar bantal sofa tepat ke muka Gilang. “tadi aja murung sekarang senyum-senyum sendiri” samber Chelsea. “siapa yg murung?” tanya Cindai. “tuh!” Chelsea memajukkan mulutnya mengarah ke Bagas. Cindai melihat Bagas cepat, dengan seksama dia memperhatikan cowok di samping nya itu, dahinya dikerutkan seperti penyidik yg sedang menginterograsi, “kamu murung kenapa?” tanyanya curiga. Bagas menyunggingkan senyumnya lebar, matanya tenggelam kemudian menggeleng-geleng, “gak pa-pa” ujarnya. “bohooong!” Cindai tak percaya, “ih kenapa sih gas, cerita deh” desaknya. “gak pa-pa Cindai…” ujar Bagas sambil memegang kedua pipi Cindai yg chubby. “yaudah kalo kamu gak mau cerita!” Cindai masih bête, mulutnya dimajukan. Bagas kembali tersenyum, tangannya diletakkan di kepala Cindai dan mengelus-elus rambut ceweknya.
Jam dinding masih memutar, makin lama makin larut. Makin lama makin sunyi. Satu persatu anak-anak sudah masuk kamarnya masing-masing. Sekarang hanya ada suara detakan jam yg sedikit menyeramkan. Cindai masih sibuk main game di gadget nya. Bagas masih sibuk memperhatikan cewek di sampingnya, sambil memutar otak bagaimana mengutarakan hal yg mengganggu pikirannya itu ke Cindai.
“besok aku gak bisa ikut  birthday party kamu” ujar Bagas pelan, memecahkan keheningan. Cindai sontak terdiam, game nya dibiarkan. “apa gas?” tanyanya memastikan omongan Bagas tadi. “besok pagi-pagi aku harus ke Jakarta, training di PH untuk debut pertama ku” beber Bagas. “hmmm… yaudah” balas Cindai pelan. Bagas menegakkan badannya, matanya menatap Cindai serius dan memegang kedua tangannya, “tapi ndai, aku tuh bener-bener bingung. Aku gak mau ninggalin kamu tapi training itu sangat penting buat karir aku. kamu tau kan, PH itu sangat besar dan pasti mereka gak sembarangan mau ngorbitin artis baru dan ini jadi kesempatan aku!” ujar Bagas semangat. Cindai tersenyum, “iya gas, aku ngerti kok. ini kesempatan kamu dan kamu betul, kamu gak boleh nyia-nyiain. Kamu harus datang, kamu harus manfaatkan kesempatan kamu itu” ujar Cindai dengan semangat. “tapi aku gak mau ninggalin kamu apalagi di hari terpenting kamu” Bagas menunduk lemas. “Bagas…” Cindai menegakkan kepala Bagas, “bener aku gak pa-pa. ulang taun aku kan masih ada taun-taun berikutnya tapi kalo kesempatan kamu, belum tentu terulang kembali” ujar Cindai lirih, sambil mengusap-ngusap pipi Bagas. Tentunya ia tak rela ditinggalkan Bagas apalagi di hari ulang taunnya tapi dia sadar, dia gak mungkin menahan Bagas. Dia gak mau menjadi cewek yg sangat egois. Bagas semakin tak enak dan tak tega meninggalkan Cindai. mimpinya dan perasaanya bener-bener tak akur malam itu. Bahkan ia tak sanggup melihat mata Cindai. Tangannya kembali menggenggam erat kedua tangan Cindai dan matanya mulai berkaca-kaca. Cindai memeluk Bagas erat, mencoba menenangkan perasaan cowoknya itu sambil mengusap-usap bahu Bagas dan tanpa terasa Cindai meneteskan air mata kemudian langsung menghapusnya. Sementara Bagas membenamkan kepalanya.

Pagi itu koper besar sudah siap di teras asrama. Anak-anak asrama udah rapih dengan baju latihannya. Pagi itu latihan koreografi tapi sebelum itu mereka sudah siap mau melepas kepergian salah satu membernya. “ah elu kayak tereleminasi aja gas” cibir Rafli. “kalo udah terkenal jangan lupain kita-kita ya gas” tepuk Gilang memberi pesan. Bagas ketawa garing, “ah elu bisa aja, gak bakal lah gue lupain kalian semua” ujar Bagas. “yakin???” Chelsea tak percaya. Semua anak-anak ketawa, “mungkin kalo Cindai gue baru percaya” tambah Chelsea. Cindai tersenyum kecil, agak sedikit dipaksakan. Sementara Chelsea langsung diberi kode oleh yg lain kalo di sana masih ada kak Agung, manager yg menangani mereka semua. Mungkin kalo hanya ada mereka, mereka berani meledek Bagas & Cindai tapi kalo ada si manager – mereka mau tidak mau harus jaga perkataan mereka. Itu semua karna ada larangan tiap member asrama berpacaran. But you know, rules should be broken eh? Mereka tau larangan itu dan mereka juga bareng-bareng ngelanggar peraturan itu. Difa-Angel, Marsha-Rafli, Bagas-Cindai, semua nya juga tau kalo mereka pacaran tapi tidak untuk si Manager. “kalo Cindai kenapa?” tanya kak Agung tiba-tiba. “ah gak pa-pa kak” kelak Gilang dengan cepat. “ah yaudah ayo gas, nanti ketinggalan pesawat” seru kak Agung dengan lantang sambil beranjak pergi, menuju mobil. “oh iya kak!” jawab Bagas juga dengan lantang.
Sekarang sudah saatnya pamitan ke semuanya. Bagas memeluki teman-temannya satu persatu. Pesan per pesan didengarnya; ada yg bagus tapi banyak juga yg ngawur. Maklum mereka semua sudah seperti kakak-adik, kadang akur tapi sering juga berantem but over all mereka saling menyayangi. Tiba saatnya, pamitan ke Cindai. “Bagas pergi dulu ya” ujar Bagas lesu. “iyaaa… hati-hati ya” jawab Cindai dengan senyum. Mereka berpelukan erat lama sekali. Tiiiin!!! Lalu mereka dikagetkan dengan suara klakson mobil yg dibunyikan kak Agung. Dan mereka segera menyudahi pamitan itu dengan cipika-cipiki. Bye…!!!
Dalam penerbangan menuju Jakarta, Bagas cuma terdiam melihat awan-awan yg bergerak dari jendela. Sesekali menarik napas panjang. Malam nanti, tepat jam 12 Bagas tak bisa ikut merayakan pesta di asrama. Bagas kembali menghela napas panjang, lalu dikeluarkannya sebuah kotak kecil dari jaketnya. Kotak kecil itu berwarna hitam dan isinya ternyata hanya sebuah gantungan handphone berbentuk love. Bagas lalu memandanginya terus menerus dengan senyum penuh penyesalan. Dia ingat waktu membeli gantungan itu di toko souvenir Strawberry. Tiba-tiba memori flashback ter-rewind. “gas ini bagus deh!” ujar Cindai memamerkan sepasang gantungan berbentuk love. “ck ih engga ah, ini baru keren” tolak Bagas, kini gantian memamerkan gantungan skeleton nya. “ih serem deh! ini aja ya, ya ya…” paksa Cindai manja. “ah masa aku pake lope-lope’an ah, ngaco!” tolak Bagas dan pergi. “iiih Bagaaaas… !!!” tahan Cindai sambil merengek, “lucu tauuu!!!” tambahnya. “beli ya ya ya ya…” masih rengeknya. Bagas menggeleng-geleng, wajah manjanya Cindai meluluhkan hatinya. Ia sama sekali tak bisa menolak permintaan ceweknya itu. “yaudah…” ucap Bagas dan Cindai loncat kegirangan. “eh tapi aku gak pake itu ya, masa samaan! Entar ketaun kak Agung berabeh lagi” saran Bagas. Cindai sedikit kecewa tapi akhirnya dia mau mengerti, “iya deh tapi disimpen yaa” katanya. “hmmm simpen gak yaaa…” goda Bagas. “iiih kamu apaan sih! awas aja kalo dikasih ke cewek laen!!!” Cindai ngambek. Bagas tertawa puas, menurutnya semakin cemberut, semakin manis wajah Cindai. “jangankan benda sekecil ini, perasaan sayang aku ke kamu yg gak keliatan juga selalu aku simpen” ucap Bagas. “ngoook!!!” Cindai mengusap muka Bagas geli.
Kejadian itu sekitar beberapa bulan yg lalu. Kini Bagas engga cuma tersenyum tapi dia juga tertawa mengenang kejadian itu. “gas kenapa?” tanya kak Agung di sebelahnya. “ah?! gak pa-pa kak” jawab Bagas kaget dan kembali meneruskan senyum lebarnya.

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Selesai meeting dengan PH tadi siang, sore nya jadwal Bagas langsung diisi dengan latihan-latihan kecil. Semuanya lagi-lagi untuk menunjang performance nya dia saat debut nanti. Namun malam ini ia hanya berdiam diri di hotel. Managernya sengaja memberikannya skejul hari itu lebih cepat, agar bisa beristirahat lebih cepat juga karna besok akan ada seabrek skejul latihan yg harus dijalani Bagas.
Bagas mondar-mandir tak tenang. Bolak-balik melihat jam di dinding. 5 jam lagi menuju jam 12, 5 jam lagi menuju ulang taun Cindai. Hatinya berkecamuk! “ih ngapain gue di sini cuma duduk diem!” gumam nya. Dia segera mengambil jaket. Tapi tiba-tiba, “gas, mau kemana?” tanya seseorang di depan pintu. “ah?!” kaget Bagas, “gak kemana-mana kak” jawab Bagas kikuk. “good! Inget besok pagi kamu harus latihan vocal dan jangan telat! Disiplin itu nomor satu!” tegas kak Agung dan pergi ke kamarnya. Bagas cuma mengangguk, antara ngerti dan pasrah. “aaaaaarrrgg!!!” Bagas mengusap-ngusap mukanya kesal, “okay tenang tenang” Bagas menghela napas. “baiklah...” ucap Bagas yakin dan pergi meninggalkan kamar hotelnya.

Asrama Idola, Bali jam 12.00
Semua penghuni asrama sudah kumpul untuk meniup lilin di birthday nya Cindai. Gak mewah-mewah banget, cuma kumpul-kumpul di ruang tengah dengan dekorasi balon-balon berbentuk angka dan huruf seadanya. Semuanya didekor oleh anak-anak dan dibantu oleh beberapa pekerja yg kerja di asrama itu. Cindai dihujani ucapan-ucapan baik dari temen-temennya. Walaupun wajahnya tak sesumringah biasanya namun ia tetep berusaha bahagia di depan semuanya. “makasih yaaa” ujarnya senyum ke setiap orang yg memberinya ucapan selamat. “Bagas gak nelpon ndai?” tanya Chelsea tiba-tiba di tengah keramaian. “engga… mungkin masih sibuk” jawab Cindai. “yaelah sibuk apaan malem-malem gini” sinis Chelsea. Cindai tersenyum, “yaaa namanya juga mau debut pasti latihannya jor-jor’an” ujar Cindai mencoba positif thinking.
Dan jlep! Tiba-tiba lampu padam! “ya olloh malem-malem mati lampu” celetuk Gilang. “nih asrama belom bayar listrik apa ya?!” tambah Novi. “harusnya tadi lilinnya gak usah ditiup ndai” ujar Difa. “yaaah yakali” balas Cindai. “mba Anyuuun nyalain lilinnya dong!!!” teriak Chelsea ke salah seorang pekerja di asrama itu.
“aaaww” teriak Cindai tiba-tiba. “fa, loe pegang-pegang gue ya?!” tanya Cindai dalam kegelapan. “Apa?!” sontak Angel. “difaaa ih kamu mesum banget sih!” tambah Angel. “ya Allah gue gak ngapa-ngapain, tangan gue masih megang kue!” bela Difa. “lah tadi siapa yg pegang-pegang gue?!” Cindai masih heran. “nah loh! setannya Bagas kali” celetuk Gilang. “haha bener bener benerrr” tambah Rafli. “apaan sih!!!” kesal Cindai. “yaaa secara yg berani pegang-pegang lu kan Bagas doang” tambah Marsha kompak. “hah?! elu sering dipegang-pegang Bagas ndai?” tanya Dinda pilon. “aaaah apaan sih elo semua! Ngaco!!!” Cindai semakin kesal dan yg lain kompak mentertawakannya.
Dan kemudian lampu pun menyala, atau dinyalakan kembali lebih tepatnya. Dan sudah ada sosok Bagas tepat di depan Cindai. Cindai menutup mulutnya kaget, matanya mulai berkaca-kaca. “Bagas???” ujar Cindai kaget, “kamu ngapain di sini?” tambahnya. “taraaaaaa” tawa Bagas dengan sumringah. “ih kamu ditanya serius juga” cibir Cindai. “haha tapi seneng kan aku dateng?” Bagas tanya balik. Cindai belum mampu berkata-kata, masih sibuk mengusap air mata yg keluar. “udaaah jangan nangis” Bagas mengusap air mata Cindai, “kamu mah jelek kalo nangis” tambahnya. Cindai ketawa dan sedikit kesal lalu memukul cowok di depannya, “kamu maaah…” ujarnya dan langsung dipeluk Bagas erat. “happy birthday sayaaaang…” ucap Bagas lalu mencium kepala Cindai.
“ciyeeeeeeeeeeeeee” sorak anak-anak. “tuh kan pasti Bagas deh!” ujar Gilang. “iyaaa tiba-tiba dateng kayak setan aja lu!” tambah Difa. “kampreeet lu! gue bela-belain terbang dari Jakarta malam ini” bantah Bagas. “kak Agung gak tau?” tanya Cindai curiga. “hmmm gak akan tau kalo gak dikasih tau” Bagas berdiplomasi. “kalo dia sampe tau?” tanya Chelsea merusak suasana. Anak-anak hanya saling pandang kemudian kompak bilang, “who cares???”
Dan mereka have fun dalam party malam itu. Mungkin satu hal yg Bagas pelajari dalam hal ini bahwa hari ini ya hari ini, besok ya besok. Kita gak pernah tau apa yg terjadi besok, bahkan kita gak tau kita bisa menatap besok atau engga tapi selagi kita menikmati hari ini dengan sepenuh hati, setidaknya kita akan bahagia hari ini. Ya karna kita gak punya garansi juga apakah besok akan bahagia seperti kemarin atau tidak. At least you have to do things wholeheartedly in order to avoid the regret in the future.    

-the end-

Label:



Older Post | Newer Post
Navigations!

Refresh About Cerpen Cerbung


Let's Talk!

Followers!


message?


The Credits!

Template by : Farisyaa Awayy
Basecode by : Nurynn
Full Edited : Tria