KakaTriaa Blog
Cerbung BaDai: part IX “Nothing to Lose”

4/13/2013 @ 10:16 AM | 0 Comment [s]

Casts: Cindai, Bagas, Difa, Novi, Gilang, Dinda, Salma, Fatah, Chelsea Idola Cilik

Suara jam terdengar menjadi lebih kencang, menemani kami di kegelapan mati lampu. Hanya diterangi dengan satu lilin yg ku ambil di laci ruang tamu. Hanya sunyi dan sunyi yg ada di ruangan itu, tak satupun diantara kita yg berbicara. Namun keheningan itu tidak membuat ku canggung, aku masih nyaman saja dengan kesunyian itu. Memandangi lilin yg semakin meleleh, kadang mata kita bertemu satu sama lain dan saat itu barulah muncul kecanggungan. Berusaha untuk tidak melihat satu sama lain.
“Ndai…” ucap Bagas memecahkan keheningan
“Hmm…” jawabku tetep sambil memainkan lilin
“Sepi banget ya?”
“Namanya juga mati lampu” jawabku ala kadarnya
“Tiap malem sendirian kayak gini?”
“Iya”
“Berani?”
“Kenapa mesti takut?”
“Biasanya kan cewe takut kalo sendirian”
“Cewe yg mana? Chelsea?” jawabku mengagetnya
“Lah kenapa jadi Chelsea?” tanya nya heran
“Haha gak papa”
“Mama mana ya, kok belum pulang” ujar ku lagi
“Emang biasanya balik jam berapa?” tanya nya
“Engga tentu sih, kadang jam segini udah pulang – kadang juga bisa larut malam baru pulang”
“Yaa gpp kan, kan sekarang gue temenin” ujarnya ngajak becanda
Responku dengan sebuah senyuman
“Eh ndai gue punya cerita lucu” ujar nya antusias
“Apa?” jawabku juga engga kalah antusiasnya
“Mau dengerin?”
Ku jawab dengan anggukan kepala
“Ok! Suatu hari ada seekor ayam…”
“Ayam?” tanya ku heran memotong ceritanya
“Iya! Dengerin dulu makanya!” jawabnya engga sabar buat ngelanjutin cerita
“Haha iya iya, lanjut”
“Ehem ehem… jadi ada seekor ayam masuk ke perpus dan menuju ke meja peminjaman buku. Ayam itu bilang ke penjaga perpusnya ‘book book’ dan penjaga perpus itu kasih ayam dua buku. Setelah dikasih, ayam itu meninggalkan perpus. Satu jam kemudian ayam itu dateng lagi ke perpus, ‘book book’ dan penjaga perpus lagi lagi memberinya dua buku”
Dia berhenti sejenak, menghela napas dan sedikit tertawa sendiri sebelum menyudahkan ceritanya.
“Satu jam kemudian, ini terjadi lagi! Ayam itu masuk ke perpus lagi, ‘book book’ dan penjaga perpus memberinya dua buku lagi”
“Gimana cara bawanya gas?” tanyaku ngeledek
“Yeee namanya juga cerita, mau dilanjutin gak?” jawabnya agak kesal
“Ok ok” jawabku tertawa
“Then, penjaga perpus itu penasaran. Akhirnya dia mengikuti si ayam. Si ayam keluar dari perpus, menyelusuri gang dan berhenti di sebuah danau. Di danau sudah ditunggu kodok gendut yg besar, si ayam memberikan buku yg dibawanya ke si kodok. Lalu si kodok langsung membuka buku itu dan bilang ‘read it, read it’”
“Hahahahahaha kocak!” aku tertawa mendengar cerita dari Bagas. Engga cuma tertawa mendengar ceritanya tapi juga melihat ekspresinya yg lucu saat bercerita. Satu lagi hal yg aku tahu kalau dia masih mempunya sisi humor.
“Kamu dapet dari mana gas?” tanyaku tetap sambil ketawa
“Hehehe dari web web bahasa Inggris”
“Kamu baca baca di web kayak gitu?”
“Yaa iseng aja”
Cerita Bagas mengubah keheningan tadi menjadi lebih ceria. Dia yg aku tau tertutup. Engga ramah ternyata bisa memiliki selera humor seperti itu. Akhirnya kami cerita cerita satu sama lain, kadang buat jokes yg garing sih tapi tetep aja membuat malam itu menjadi lebih berwarna. Ditemani lilin yg terus meleleh, begitu juga suasana kami yg terus meleleh menjadi lebih cair. Bagas menemaniku malam itu sampai akhirnya lampu menyala dan mama pulang.
“Ndai, gue balik dulu ya” ujar Bagas pamit kepada ku
“Tante, Bagas pulang dulu ya” dia juga pamitan ke mama yg saat itu lagi sibuk memberesi berkas berkasnya yg dibawa dari kantor
Aku seneng liat Bagas seramah itu, andai saja dia bisa seramah itu setiap saat. Pasti dia terlihat jauh lebih manis
“Iya nak, hati hati ya. Salam buat orang tuamu” kata mama
“Yaudh ati ati ya gas, thanks banget buat malam ini” jawabku
“Iya sama sama, gue balik dulu ya. Bye!” pamitnya

Dua hari telah berlalu, ini saatnya singing contest dimulai. Aku engga begitu yakin sih bisa lolos di acara ini, persiapan ku juga engga sematang anak anak yg lain. Aku belajar bernyanyi tanpa pernah ikut les vocal atau semacamnya, sementara anak anak yg lain mempunyai guru private nya sendiri untuk mengajarinya bernyanyi. Aku sadar betul, aku bukan siapa siapa bila disandingkan dengan mereka. Tapi sebagai anak daerah, apa salah menggantungkan impiannya di kota sebesar ini? Itu pikir ku saja, memberi semangat untuk diriku sendiri.
“Udah siap?” tanya Novi kepada Difa dan aku di lab teater
“Siap!” ucap Difa penuh yakin
“Ndai? Kamu?” tanya Gilang
“Oh iya siap” ucapku
“Siapapun yg menang dan siapapun yg kalah ini semua udah diatur sama Tuhan. Yg kita bisa lakukan hanya menampilkan sebaik baiknya dan nothing to lose” ucap Fatah yg tiba tiba masuk di kerumunan kami.
Sontak kami langsung liat ke arahnya. Aneh sekali, yg kita engga tau kapan dia datangnya tiba tiba langsung gabung dan berbicara seperti itu. Jadi inget perkataan Angel atau Chelsea, yg pernah bilang kalo Fatah sok wise gitu – dan ternyata ini toh maksud ucapan mereka. Emang terdengar wise sekali sih si Fatah berbicara seperti ini, mengingat umurnya masih anak sekolah.
“Tuuuul!” kata Gilang
“Nothing to lose apaan lang?” ucap Dinda
“Ya pokonya meaningnya sesuatu yg positif” jawab Gilang sotoy
“Hahahaha sotoy kamu lang” respon Difa
“Eh kamu kok bisa di sini?” tanya ku ke Fatah
“Iya, aku mau liat mereka yg lagi siap siap” jawabnya
“Oooohhh” anak anak serentak
“Ih kok barengan gitu?” tanya Fatah heran
“Kirain mau ketemu Cindai doang” ujar Gilang
Sontak jawaban Gilang membuat ku heran, kenapa dia bisa ngomong kayak gitu? Fatah pun jadi heran mendengar ucapan Gilang, aku dan Fatah hanya liat liatan – berpikir heran atas omongan anak anak.
“Udah lah, mendingan kita berdoa aja yuk. Semoga semuanya sukses” ujar ku
“Ameeeeeeeeeen” serentak anak anak
“Ok berdoa menurut agama dan kepercayaan masing masing, berdoa dimulai” ucap Gilang
Selesai berdoa kami kembali menyiapkan apapun yg perlu dipersiapkan. Tapi tinggal aku dan Difa yg di backstage. Difa sesekali latihan bernyanyi sambil liat dirinya di cermin. Aku duduk saja di depan meja rias, tegang banget ngadepin ini semua. Difa kayaknya rileks rileks aja tuh, mungkin dia udah sering juga bernyanyi di depan banyak orang. Penonton saat ini pasti lebih banyak dibandingan yg kemarin, jelas saja sekolah juga meliburkan kegiatan belajar mengajar so anak anak dari semua kelas pasti nonton acara ini.
“Fa, nervous nih” ujar ku ke Difa
“Udah tenang aja ndai, kamu inget apa yg dibilang Fatah kan tadi?” ucap Difa
“Emang apa yg dibilang Fatah ke Cindai?” tanya Bagas tiba tiba datang ke backstage menemui kami
“Bagas?” ucapku heran
“Eh kamu gas” ucap Difa juga heran
“Emang Fatah tadi bilang apa ke Cindai” tanya Bagas ke Difa
“Oh memberi semangat doang” jawab Difa
“Ke Cindai doang?” tanyanya lagi
Difa sepertinya mulai heran dengan pertanyaan Bagas “Loh emang kenapa? Cemburu ya?” ucap Difa
“Hah?! Apa?!” ekspresinya kaget
“Fatah tadi nyemangatin kita semua gas” ucap ku
“Yaaa nyemangatin lu doang juga engga papa, emang gue peduli” ujarnya nyebelin
“Ciyeeeeeeeeeee” ledek Difa
“Fa! Engga lucu!” ucap Bagas dan langsung meninggalkan kami
Aku dan DIfa dibuatnya heran, ada apa dengan Bagas? Masuk kirain mau memberi kita semangat eh malah marah marah engga jelas dan pergi begitu aja.
“Laaah kenapa Bagas?” tanya Difa heran
“Udah biarin aja! Ababil” jawabku dan direspon tawa oleh Difa

Finally, tiap kontestan pun mendapati gilirannya bernyanyi di panggung. Difa yg menyanyikan lagu Ungu memukau penonton dan dewan juri. Aku jadi makin engga percaya diri untuk ngelakuin ini. Seperti butuh suntikan suplemen atau penyemangat baru, mengharapkan Bagas ngelakuin itu tapi sepertinya engga mungkin. Dia sepertinya marah lagi padaku.
CINDAI…!!!
Akhirnya namaku dipanggil. Kalau bisa milih aku lebih baik pidato di depan banyak orang ketimbang nyanyi begini. Setidaknya pidato hanya ngomong, engga perlu mikirin control pernapasan, teknik atau semacamnya. Ok baiklah, it only happens once of my life, gumamku.
Di atas panggung kini panggung nya terlihat lebih besar dibandingkan yg pertama, sekarang pun ada live band nya - engga accapela seperti di babak pertama. Ya wajarlah sudah di babak seperti ini pasti sudah dipersiapkan secara lebih matang. Yang aku pikirkan saat itu hanya satu, jangan melakukan kesalahan. Ok baiklah, it begins…
            Cinta kita melukiskan sejarah
            Menggelarkan cerita penuh suka cita
            Sehingga siapapun insan Tuhan pasti tau
            Cinta kita sejati…
Penggalan reff yg aku nyanyiin dari lagunya BCL, membuat penonton bertepuk tangan meriah ketika aku selesai bernyanyi. Aku engga liat Bagas disana, atau memang Bagas engga ada disana - aku engga tau. Yg jelas banyak orang di tempat penonton dan aku engga bisa liat siapa saja yg melihatku satu persatu.

-di Backstage-
“Bagus ndai tadi!” ucap Difa yg menunggu ku di belakang panggung
“Masa sih fa? Aku malah kurang yakin” jawabku
“Engga, bagus kok!”
Ku jawab dengan senyuman seadanya
“Heh!” Difa ngagetin yg melihatku ngelamun
“Kenapa ndai?” tanya nya
“Ah engga papa”
“Ngelamun gitu sih, lagi mikirin seseorang ya?”
“Ah engga” jawabku
Sepertinya aku emang engga bisa bohongin diri ku sendiri kalau aku emang nyariin Bagas, tapi dia engga ada disana. Jangankan memberiku semangat, menonton saja engga. Aku jadi mikir, dia kan bukan siapa siapa aku – kenapa juga harus ngarepin dia. Mungkin dia punya urusan yg lebih penting, gumamku di tengah keramain orang di backstage.

“Tinggal nunggu pengumuman nih!” ujar Gilang antusias yg kini bersama anak anak yg lain juga berada di satu ruangan di backstage untuk menemui ku dan Difa
“Aku yakin, kalian pasti lolos!” ucap Salma
“Ameeeenn” diaminin anak anak
“Eh Bagas mana ya, koq gak kesini” ujar Novi tiba tiba
“Iya, Bagas mana ndai?” tanya Dinda
“Ah mana ku tau, lagi sibuk kali” jawabku
Difa tau persis gimana perasaan ku saat itu, dia melihat ke teman temannya untuk tidak menanyakan apapun mengenai Bagas karena pada saat itu aku malas membahas tentang Bagas.

-Pengumuman-
Akhirnya yg ditunggu tunggu pun dimulai. Pengumuman! Hanya sedikit yg bisa lolos ke babak berikutnya, memang persaingan semakin meruncing – engga heran juga juri lebih selektif untuk memilih siapa siapa yg menurutnya layak untuk lolos.
Difa dan Chelsea berhak lolos ke babak berikutnya, aku turut senang mendengarnya. Dia memang pantas untuk lanjut, sorakan penonton pun bergemuruh ketika juri mengumumi Difa lolos. Lagi lagi tinggal aku…
Aku sudah menduga akan terjadi seperti ini, aku tidak lolos ke babak berikutnya. Rasanya dunia mau hancur saat mendengar pengumuman itu, gimana perasaan anak anak mendengarku tidak lolos? Pasti mereka kecewa, ya jangankan mereka aku juga sangat kecewa. Tidak mengingat apa yg diucapkan Fatah tadi untuk berusaha menerima ini semua.
“Gak papa ndai, kamu tetep hebat kok tadi” ucap Difa memberiku semangat
“Iyaa ndai” ucap Novi
“Pasti Tuhan punya rencana lain buat kamu” kata Gilang
“Makasih semuanya. Aku engga papa kok” jawabku sembari senyum
“Ndai ada yg mau ketemu tuh” ucap Gilang tiba tiba yg melihat Bagas menghampiri kami
“Yaudah kita pergi dulu ya. Mau ke….” Ucap Gilang
“Kantin!” anak anak serempak
“Iya bener bener bener! Ke kantin! Yuk ah…” ucap Gilang
Mereka pergi meninggalkan aku dan Bagas. Aku tau mereka semua sengaja memberi waktu buat Bagas ngomong ke aku tapi aku lagi engga minat buat ngomong apa apa ke dia.
“Ndai…” ucapnya
“Hmm”
“Loe tadi bagus banget padahal, engga tau kenapa kok bisa sampe engga lolos ya”
“Udahlah gas, engga usah ngibur aku gitu. Emang aku kurang bagus kok tadi”
“Ih siapa yg ngibur, gue ngomongin fakta kok”
“Kamu tadi kemana saat aku nyanyi?” tanya ku serius menatapnya
“Oh tadi? Gue… gue… gue…” jawabnya penuh kebingungan
“Udah deh gas, aku lagi butuh sendiri dulu ya” ujar ku males
“Hah? Ohh gitu?” jawabnya sangat heran
Sepertinya dia agak ragu buat ninggalin aku sendiri, sampai dia mengulang pertanyaan ku
“Loe engga mau gue ada disini ndai?” tanyanya lagi
“Gas, plis… “ jawabku. Dan sepertinya kali ini Bagas mengerti dan dia bener bener ninggalin aku sendiri

Engga lama Bagas pergi datang lah Chelsea, perasaan ku mendadak engga enak melihat dia mengampiriku.
“Uh cup cup cup… kasian… engga lolos ya?” Chelsea ngeledek
Aku engga merespon apapun ledekan Chelsea itu
“Harusnya elo tuh sadar dari awal kalo loe tuh engga pantes ikut acara kayak gini. Loe juga engga tau kan kalo Bagas itu sukanya sama gue, jadi jangan pernah mimpi deh buat dapetin dia” ujarnya
“Kok jadi bahas soal Bagas sih?” tanya ku beranjak dari kursi yg daritadi ku duduki
“Iya lah! Loe pikir tadi Bagas kemana pas loe nyanyi? Dia ya nemenin gue di backstage”
Aku engga percaya Bagas lebih memilih stay di backstage bareng Chelsea daripada ngeliatku perform
“Kenapa? Heran?! Udah deh ndai, saat ini mending lu gak usah deket deket Bagas lagi. Gak usah kegeeran deh kalo belakangan ini dia deket deket sama loe!” ucap Chelsea mengancam
Aku tidak membalas apapun yg Chelsea bilang, aku juga tidak begitu percaya dengan apapun yg dia bilang, tapi semua yg dia bilang emang ada benernya. Aku nih siapa emang, deket deket sama Bagas. Tanpa sengaja air mata ini pun jatuh menetes…

-bersambung-

Label: ,



Older Post | Newer Post
Navigations!

Refresh About Cerpen Cerbung


Let's Talk!

Followers!


message?


The Credits!

Template by : Farisyaa Awayy
Basecode by : Nurynn
Full Edited : Tria