KakaTriaa Blog
Cerbung BaDai: Mau Tapi Malu part 10

4/26/2013 @ 9:56 PM | 0 Comment [s]

Casts: BaDai and friends

Mendengar semua kata kata Bagas membuat Cindai makin engga berkutik. Dia seperti tersihir dengan apa yg dibilang Bagas. Dia terharu sekali ada seseorang yg bisa bilang seperti itu ke dia, matanya berkaca kaca, air matanya mau tumpah tapi dia tetap berusaha mengendalikan dirinya. Orang secerdas Cindai memang segala sesuatunya harus dipikirkan terlebih dahulu. Dia sadar betul sebenernya untuk hal hal seperti ini ada beberapa hal yg engga bisa dipikirkan secara logika. Seperti perasaan, berpikir secara logika - kita engga pernah tau kapan kita mulai menyayangi seseorang karena sebuah perasaan engga bisa dibentuk atau dibuat – itu merupakan hal yg abstract yg tentu engga bisa dipikirkan secara logika.
“Gas…” lirik Cindai
“Iya…” jawab Bagas
Cindai hanya memberikan senyuman manis ke Bagas. Bagas engga membalas apa apa, mungkin dia juga masih merasa heran bisa sejujur itu sama Cindai. Apapun yg dia ucapkan seperti tidak disadarinya, seperti gerakan reflek yg tidak butuh perintah otak untuk membuat gerakkan. Itu seperti hati nya sendiri yg berbicara tanpa ada campur tangan otak di sana
“Bagas cuma mau jujur doang sama Cindai…” ujar Bagas senyum

Meninggalkan moment yg bisa mengacak ngacak perasaan, kini bel pulang sekolah pun berbunyi. Hari ini bener bener hari yg menjadi sesuatu. Banyak hal yg terjadi di hari yg sama. Pemilihan ketua osis, Bagas berantem sama Josia dan Bagas bilang sesuatu ke Cindai yg menurutnya itu adalah sebuah pengakuan yg jujur. Bagas maupun Cindai merasa sangat lelah hari ini – lelah fisik juga perasaan. Banyak sekali yg mengganggu pikiran, khususnya Bagas – belum selesai penghitungan suara kini pikirannya ditambahkan dengan kejujuran dia ke Cindai.
“Gue cabut dulu ya sob” ujar Bagas meninggalkan teman temannya yg masih sibuk memasukkan buku buku ke dalam tas
“Yo bro’ ati ati” ujar temennya
Meninggalkan ruang kelasnya menuju bis sekolah yg bisa mengantarnya pulang, pikiran Bagas masih belum tenang – seperti masih ada sesuatu yg mengganjal. Yups dia belum tau gimana perasaan Cindai sebenernya.
“Gas, mau balik?” sapa Gilang saat Bagas melewati depan ruang mading
“Yoi lang, lu engga balik?” tanya Bagas dari luar
“Entar kali ya, masih banyak kerjaan nih”
“Hmm anak anak mana?” Bagas ngelongok ke dalam ruang mading
“Mereka udah balik duluan”
“Oh… yaudah gue balik dulu ya” pamit Bagas
“Ok! Ati ati bro”
Di bis dalam perjalanan menuju pulang menjadi sangat dingin – sangat dingin di tengah tengah matahari yg menyengat Jakarta. Kedinginan yg muncul antara Bagas dan Cindai di bis yg sama. Bangku mereka bersebelahan – dengan temen sebangku nya masih masing. Kadang Bagas mencuri curi pandang untuk melihat Cindai di sebelah – Cindai juga engga ada bedanya, dia mencuri curi sela untuk bisa melihat Bagas di sebelah kanannya. Entah apa yg ada dipikiran mereka saat itu, yg jelas mereka menjadi lebih pendiam.

Sore itu seperti biasa Cindai sendiri di rumah, engga ada siapapun. Hal yg udah sangat biasa untuknya namun entah kenapa saat itu dia ingin sekali di temani Bagas. Setelah pernyataan Bagas tadi di sekolah, dengan tidak sengaja membuat Cindai tidak malu malu lagi untuk menelponnya. 
Tut… sambungan telpon mulai tersambung
“Halo?” sapa seseorang di sana
“Bagas?” ujar Cindai
“Iya, kenapa ndai?”
“Sibuk engga?”
Bagas yg saat itu langsung melihat kondisi keadaan kamarnya yg super berantakan. Berniat untuk membereskannya cuma sepertinya ada yg lebih penting daripada hanya sekedar membereskan kamar
“Engga ndai. Kenapa?”
“Bisa ke rumah gak?” pinta nya
“Bisa… tapi ada apa ya?”
“Hmm engga ada apa apa sih, cuma lagi sendirian aja di rumah”
“Oh yaudah Bagas kesana ya sekarang”
“Iya”
“Bye”
“Bye”
“See ya”
“See ya”
Beberapa kali mengucapkan salam pisah – seperti engga mau memutuskan sambungan telpon mereka. Engga lama kemudian orang yg diharapkan bisa menemaninya pun datang, Bagas datang menggunakan topi cap berwarna merah dan jaket semi jeans. Mungkin untuk melindungi dari matahari sore atau mungkin juga untuk terlihat keren di depan Cindai.
“Hai” sapa Cindai menyambut Bagas
“Hai” sapa Bagas
“Masuk yuk” Cindai mengajak nya masuk
“Lagi ngapain?” tanya Bagas saat masuk ke ruang tamu
“Engga lagi ngapa ngapain” jawab Cindai senyum
“Mau minum apa?” tanya nya
“Engga usah lah”
“Ah cuma air doang kok” Cindai mengambilkan minuman dingin dari kulkasnya
“Waktu aku engga ada, kamu sibuk apa aja?” tanya Cindai sembari nyodori minuman yg diambilnya untuk Bagas
“Hmm engga sibuk apa apa”
“Masih sering berantem kan?”
“Engga! Kata siapa?!” jawab Bagas gak terima
“Hahaha ya biasanya kan gitu”
“Ih udah engga juga”
“Tapi tadi di sekolah, masih aja suka berantem”
“Yg mana?”
“Yg sama Josia”
“Oh itu kan beda” jawab Bagas menunduk
“Beda gimana?”
“Ya beda aja”
“Hmm yaudah deh. Eh gas main Uno yuk”
“Hah? Gak bisa maen Uno”
“Udah entar aku ajarin” ajak Cindai sambil ngajak Bagas duduk di bawah
Kartu Uno yg bisa membuat mereka cair, larut dalam asik nya maen Uno. Kadang ada yg curang sih – cuma itu engga jadi soal, karena mereka menikmati permainan itu dan kebersamaan itu.
“Ih Bagas curang ah”
“Ih curang apanya… engga yee”
“Ih udah ah. Bagas curang”
“Hahaha nyerah nih?”
“Tau!”
“Haha masa gitu aja ngambek”
“Eh apaan itu?” Bagas melihat selembar kertas di kolong sofa
Cindai melihat kertas yg dimaksud Bagas, seketika itu dia langsung mengambilnya dan berusaha menyembunyikannya dari Bagas
“Apaan itu? Coba liat” ujar Bagas
“Engga bukan apa apa”
“Kok disembunyiin kalo bukan apa apa”
“Ya pengen aja. Emang gak boleh?”
“Coba liat” Bagas berusaha merebut kertas itu, mengambil paksa kertas yg disembunyiin Cindai
“Coba liat ndai” pinta Bagas
“Ih bukan apa apa gas”
“Yaudh liat kalo bukan apa apa” paksa Bagas
Dan benar saja, kertas yg dari tadi diperebutkan robek terbelah dua
“Tuh kan gas!” ujar Cindai melihat kertasnya yg udah robek jadi dua
“Coba liat ah penasaran” Bagas mengambil kertas itu, coba menyatukan robekan kertas itu
Bagas engga bilang apa apa saat melihat tulisan dalam robekan kertas itu, dia senyum senyum sendiri. Berbanding terbalik dari ekspresinya Cindai - yg langsung bête, merengut engga jelas.
“Ini bacanya apa sih ndai?” tanya Bagas seperti pura pura engga tau
“Tau ah! Baca aja sendiri” jawab Cindai bête
“Yee ngambek… coba sini sini” Bagas menarik tangan Cindai untuk membaca tulisan itu bersama sama
“Coba ini apa bacaanya?” tanya Bagas lagi
“Ya baca aja sendiri, emang gak bisa baca” ujar Cindai kesel dan malu
“Engga bisa. Ini tulisannya jelek banget” ujar Bagas senyum senyum
Cindai tau betul Bagas cuma mengada ngada bilang tulisannya jelek, jelas jelas tulisannya terlihat jelas dengan diwarnai beberapa spidol berwarna. Engga mungkin kalo engga bisa dibaca, tulisan yg dibuat seperti kaligrafi cantik – dihias dengan beberapa graffiti untuk menghiasnya. Satu kertas penuh dengan gambaran dan tulisan yg berwarna.
“Coba dibaca…” pinta Bagas
“Hmm Cindai sayang Bagas…” ujar Cindai membaca tulisannya
“Hah?! Apa ndai engga jelas”
“Ihhhhh” Cindai mulai bête sebete-betenya
“Hahahahaha jangan bête gitu dong”
“Yaaa abisnya…”
“Bagas juga sayang sama Cindai” ujar Bagas senyum menatap Cindai

-bersambung-

Label: ,



Older Post | Newer Post
Navigations!

Refresh About Cerpen Cerbung


Let's Talk!

Followers!


message?


The Credits!

Template by : Farisyaa Awayy
Basecode by : Nurynn
Full Edited : Tria