KakaTriaa Blog

Kisah Kasih di Sekolah

7/24/2013 @ 11:13 AM | 0 Comment [s]

“hah? cindai?” ujar Marsha Novi panik

Semua mata di kantin tertuju pada suara pecahan mangkok itu. salah satu mangkok yg dibawa Cindai jatuh disenggol oleh kaka senior yg kebetulan mengenalinya, “eh lu gak papa?” tanya Sivia. Cindai tak mendengar, ia masih dalam rintihannya - kuah bakso panasnya mengenai lengannya. Temen temennya yg tadi hanya duduk pun langsung mendekatinya memberi empati, “kamu engga papa ndai?” tanya Chelsea Gilang

“perih guys…” ujar Cindai lirih

Sivia bergeming, engga terlontar kalimat apapun dari dia. Dia hanya memperhatikan sekitar, diliatnya anak anak satu kantin memperhatikan dirinya. Entah bersalah atau tidak tapi ekspresi paniknya terlukis jelas di wajahnya, kini perbuatan nya telah melukai seseorang, “vi lu sih tuh! anak orang jadi gitu!” bisik teman Sivia di dekatnya

“eh mending bawa ke UKS aja” saran salah satu kaka senior

“yaudah yuk yuk!” seru anak anak lalu diantarnya Cindai ke UKS oleh teman temannya, meninggalkan kerumunan kantin yg kacau.

Tak lama berselang Gabriel datang dengan wajah herannya, kantin yg diliatnya nampak kacau – masih ada serpihan mangkok yg jatuh tadi, “ada apa ini?” gumam nya. Ia menghampiri Sivia dan teman temannya yg masih bertahan di sana, “eh vi ada apaan sih?” tanya Iel. Sivia tak menjawab lalu salah seorang temannya mengambil alih pertanyaan itu, “tadi ada anak kelas X ketumpahan bakso iel” ujarnya

“hah? siapa???” tanya Iel kaget

“engga tau… eh tapi kayaknya yg waktu itu lu ajang nyanyi bareng pas ospek deh”

“hah??? cindai???” tanya Iel tambah kaget, “terus dia mana sekarang?” tambahnya

“dibawa temen temenya ke UKS, tangannya tadi merah gitu – kena luka bakar deh kayaknya. secara…” tanpa mendengarkan lanjutan cerita saksi itu, Iel bergegas meninggalkan kantin menuju UKS dengan langkah paniknya.

Di sisi lain, Bagas masih bertahan di pinggir lapangan – masih asyik melihat pertandingan futsal itu. Ia sama sekali belum tau apa yg terjadi terhadap Cindai, matanya masih focus mengamati permainan pemain di lapangan, “rafli mana sih? beli minuman aja lama banget!” gerutu Bagas

“woy!” Rafli tiba tiba mengagetkan dari belakang

“elaaah kemana aja sih lu? lama benerr… ada yg nyangkut ya?” tanya Bagas lalu menyedot minuman yg dibawa Rafli

“nyangkut apaa?! tadi ada kejadian seru di kantin!” ujar Rafli

“hah? kejadian seru apaan?!”

“tadi ada anak yg ketumpahan kuah bakso panas, eh kayaknya sih itu disengaja deh” ujar Rafli berspekulasi

“hah? siapa? sengaja gimana?” cecer Bagas

“iyaa tadi tuh kantin rame banget kan, nah ada anak kelas X juga kalo engga salah – bawa mangkok bakso terus entah disenggol atau kesenggol, mangkoknya jatoh terus kena tangannya” beber Rafli

“hah serius? siapa sih?” tanya Bagas tambah penasaran

“engga tau gue gas! nanya mulu, kayak pembantu baru!” sewot Rafli, “eh tapi sempet denger temen temenya bilang ndai ndai gitu” tambah Rafli

Bagas yg baru mulai meminum minumannya lagi langsung keselek mendengar cerita Rafli itu, “uhuuuk uhuuuk”

“yelah… aki aki dasar!” ucap Rafli menepuk nepuk punggung Bagas

Wajah Bagas langsung merah karena tersedak minumannya sekaligus berubah khawatir mendengan kabar itu, “terus…terus… dibawa kemana?” tanya Bagas

“UKS lah, kena luka bakar gitu” jawab Rafli

Tanpa berpikir panjang, Bagas bergegas ke ruang UKS dan meninggalkan keheranan pada Rafli. Ia sama sekali tak mengerti akan kecemasan Bagas yg begitu tiba tiba, ia sama sekali tak mengerti kaitan peristiwa yg diliatnya tadi dengan Bagas – yg jelas Rafli melihat Bagas saat itu sangat cemas dan khawatir yg tergambar dari langkahnya yg gusar.

---

“awwww awww” rintih Cindai di UKS, yg sedang ditangani oleh suster

“tahan ndai…” ujar Gabriel yg udah ada di sana terlebih dahulu

Suster menangani luka bakar Cindai di lengan kirinya itu. Mengolesinya dengan krim anti luka bakar yg terasa agak pedih, “tahan ya… untung temen temen kamu cepet bawa kamu kesini. kalo engga ditangani langsung - takutnya berbekas nantinya” ujar suster itu ramah masih sambil mengolesi krim itu.

Ada Chelsea, Marsha, Gilang, Novi dan Salma yg mengantar Cindai ke UKS. Mereka terlihat sama cemasnya dengan Gabriel. Gabriel duduk tepat di samping Cindai, menemani Cindai. Wajahnya cemas, diliatnya Cindai sudah berkeringat menahan perihnya olesan krim itu. Sesekali Iel menyeka keringat Cindai dengan tissue yg tersedia di kotak P3K yg dibawa suster itu, sikapnya yg penuh perhatian sangat diherani oleh Chelsea Marsha Gilang dan Salma yg melihatnya. Sementara Cindai, masih focus berjuang menahan perih di lukanya - sampai akhirnya Bagas datang yg sedikit banyak bisa mengurangi rasa perih yg Cindai rasa, “cindai???!!!” ujar Bagas panic, kaget dan cemas di depan pintu

“bagas….” ucap Cindai lirih

Iel yg sadar saat Bagas datang, langsung beranjak dari duduknya. Bagas bergegas masuk ke dalam, seperti memang sudah dipersiapkan oleh Iel, Bagas langsung menduduki tempat Iel tadi, “kamu kenapa ndai…?” tanya Bagas cemas

“ketumpahan kuah bakso” jawabnya

“ceroboh banget sih kamu” ujar Bagas menggoyang goyangkan kepala Cindai

“gak papa, setelah diolesi ini juga nanti merah merah nya ilang” ujar suster menyela percakapan mereka kemudian pergi, “makasih ya sus” ucap Bagas

Bagas memeriksa lengan kiri Cindai, diliatnya tangan Cindai masih merah merah dan nampak mengkilat karna olesan krim tadi, “masih perih?” tanya Bagas dan dijawab anggukan kepala oleh Cindai. Lantas Bagas berinisiatif meniupi luka Cindai itu dengan sabar, “perih gas…” rintih Cindai

“iya sabar ya, ini juga bagas tiupin” ujar Bagas

Anak anak yg ada di sana bisa melihat bagaimana ketulusan Bagas terhadap Cindai, “hmm ndai, kita ke kelas dulu deh. kamu udah ada yg jagain juga kan” ujar Marsha, “Iya aku juga ya” tambah Gabriel

“hmm yaudah, thanks ya guys” ucap Cindai, “iya makasih ya” tambah Bagas

Setelah mereka keluar, Cindai langsung merebahkan kepalanya ke pundak Bagas, akhirnya menemui tempat bersandar yg daritadi ditunggunya. Bagas juga dengan senang hati menjadi tempat sandaran dan ia masih sibuk meniupi luka Cindai itu, “makanya lain kali ati ati” saran Bagas

“iya gas… udah perih masih aja diomelin!” respon Cindai cemberut

“siapa yg ngomelin sih? kan cuma ngasih peringatan”

“iya iya!” ujar Cindai makin bête dan mengangkat kepalanya dari sandarannya

Bagas kaget dan melihat gadisnya itu, matanya sudah memerah dan siap mengeluarkan air matanya yg udah tak bisa dibendung lagi, “jangan nangis…” ujar Bagas sambil menghapus air mata Cindai yg terjatuh, “iya bagas minta maaf, sini bagas tiupin lagi” tambah Bagas

Cindai kembali menyenderkan kepalnya ke sandaran tercomfortnya, “makasih ya gas” ujarnya dalam senderan

“gak perlu makasih! emang udah seharusnya” ucap Bagas dan kembali meniupi luka Cindai itu, sambil sesekali mengelus elus rambut lembut gadisnya.

Di luar, Iel dan anak anak sudah meninggalkan UKS. Namun mereka masih engga habis pikir dengan kejadian tadi, masih menyisakan keganjalan di hati - mereka tau persis kejadian tadi terlihat seperti disengaja, “ishhh nyebelin banget tuh orang! kok ada sih kaka kelas kayak dia?!” sewot Marsha

“hah kaka kelas?” tanya Iel kaget

“iya ka… gegara ka sivia tadi nyenggol …” ujar Marsha dipotong, “hah? disenggol? sama sivia?” potong Iel dan langsung pergi meninggalkan para juniornya itu

“heh sha, lu ngemeng apa sih?” tanya Gilang

“emang kenapa?” tanya Marsha balik

“emang kamu yakin ka via ngelakuin itu?” tanya Chelsea

“yaaaaaa… yg gue liat sih tadi begitu, ya gak nov?” ujar Marsha minta pembelaan

“hmmm gak tau ya… aku engga liat persis sih tadi” ucap Novi

“nah loh! ati ati loh sha, bisa jadi pitnah!” kata Salma

“ya oloh… perasaan tadi emang begitu kejadiannya”

“perasaan lu doang kali!” bantah Gilang

“tadi ka iel kayaknya marah banget tuh ama ka via” ujar Chelsea memperkeruh

“hayoo loh… engga ikut ikut dah!” ujar Gilang lalu pergi dan diikuti oleh ketiga teman nya, “sama ah!” ucap Novi Salma dan Chelsea

“ya oloh… jahat amat dah pada!” gerutu Marsha masih di posisi

---

“eh via maksud kamu apaan sih?!” tanya Iel agak meninggi saat menemui Sivia di kelas

Iel nampaknya udah marah besar terhadap mantanya itu, sorotan matanya tajam – menghiraukan teman teman yg melihatnya. Satu kelas tertuju kepada kemarahan Iel yg begitu tiba tiba. Sivia sendiri mendengar bentakan Iel langsung beranjak dari duduknya, wajahnya berubah pucat dan panik, “apaan sih iel” jawab Via sok tenang

“kamu tadi yg ngerjain cindai kan, anak kelas X?” tanya Iel lagi

“ngerjain apa? gaje kamu!” jawab Via sambil melipatkan kedua tangannya

“alaaah udah deh engga usah ngeles! kamu kanyg tadi sengaja nyenggol mangkok cindai?”

“ieeel… stop! kamu tau dari mana? saksinya siapa, buktinya apa? engga usah nuduh nudah yg engga mendasar deh, kayak orang kampung!” kelit Via

Iel menarik napas panjang sebelum melanjutkan omongannya, “hmm okay liat aja nanti” ujar Iel bernada seperti mengancam lalu pergi

Bel pulang sekolah datang, tepat di jam makan siang. Ada anak anak yg ke kantin dulu dan engga sedikit juga yg langsung pulang buat makan di rumah. Sebenernya Cindai sih engga mikirin soal perutnya yg lapar, dia lebih concern ke luka nya yg masih perih. Walaupun udah engga semerah tadi tapi perih masih berasa. Cindai keluar dari kelasnya, berhenti di depan kelas – menunggu sosok yg pulang bareng dengannya sementara anak anak pamit pulang duluan, “ndai kita duluan ya…” ujar mereka

“oke oke” ucap Cindai

“kamu besok masuk kan?” tanya Chelsea agak khawatir

“iya masuk kok” jawab Cindai dengan wise

“cepet sembuh ya…” ujar Gilang dan diiyakan oleh yg lain

Tak berselang lama setelah anak anak pamit pulang, yg ditunggu pun datang masih dengan wajahnya yg terlihat cemas, “hey! nunggu lama ya?” tanya Bagas dan dijawab gelengan kepala oleh Cindai, “hmm masih sakit?” tambah Bagas sambil memeriksa luka itu

“engga, udah yuk aku capek” ucap Cindai

Baru mulai beranjak pergi, ada Gabriel tiba tiba menghampiri mereka, “hey?” sapa Iel

“hey ka” jawab Cindai

“kamu udah engga papa ndai?” tanya Iel

“iya ka udah mendingan, oya makasih ya tadi udah nemenin di UKS” ujar Cindai

“iya sama sama…” jawab Iel, “eh aku minta maaf ya gara gara temen aku, via kamu jadi luka begini” tambahnya

“ah engga papa ka, ka via engga sengaja mungkin”

“sebagai gantinya, pulang aku anterin ya” pinta Iel

Cindai langsung melirik Bagas di sampingnya, orang yg dicuekin sejak kemunculan Iel tadi. Bagas engga menatap langsung Cindai, pandangannya hanya melihat lihat engga jelas mengisyaratkan kegusaran di hati dan pikirannya.

Label: Cerbung

Older Post | Newer Post