KakaTriaa Blog
Cerbung BaDai: Mau Tapi Malu part 21

5/12/2013 @ 2:44 PM | 1 Comment [s]

Casts: BaDai and friends

Janji nya dengan Cindai kini harus dikesampingkan terlebih dahulu, Bagas bergegas menuju ruang kepala sekolah. Batinnya bertanya tanya, akan terjadi apa nanti. Belum sempat mengabari Cindai tentang ini dan sepertinya emang engga ada kesempatan untuk memberitahunya.
Masih di sekolah, di waktu yg sama di tempat yg berbeda. Cindai masih bersama teman temannya di kelas sudah pada beranjak untuk pulang
“Ndai, jadi mau pulang bareng Bagas?” tanya Novi
“Iya” jawab Cindai senyum dan semangat
“Ciyeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee” kembali anak anak meledek
“Yaudah kita balik duluan ya” pamit Gilang
“Oke oke! Ati ati ya”
“Bye!”
“Dagh”
Semuanya meninggalkan kelas, tinggal Cindai yg bertahan di sana – masih sibuk membereskan buku bukunya. Setelahnya bergegas menuju gerbang, tempat yg sudah dijanjikan. Menuju gerbang dengan excited, berharap pulang kali ini lebih berkesan dibandingkan hari hari sebelumnya.
Cindai menunggu di sana, lalu lalang anak anak yg udah pulang sedikit banyaknya membuat dia gelisah. Sudah hampir sejam dia bertahan di sana. Bis sekolah pun udah jalan, suasana udah lebih sepi sekarang. Sudah banyak yg pulang, sudah banyak yg menjemput dan dijemput atau sudah banyak yg jalan keluar menaiki kendaraan umum. Bolak balik melihat handphonenya, melihat jam dan juga menunggu kabar dari seseorang yg ditunggu. Berharap seseorang disana memberinya kejelasan tentang janjinya. Rasa kecewa juga sempat mampir di hatinya
“Ih mana sih si Bagas! Lama banget!” gerutu Cindai
“Ya ampun kemana sih dia?!”
“Apa dia lupa?” Ah engga mungkin!”
“Apa dia pulang bareng Chelsea?” Ah engga engga engga engga, engga mungkin!”
“Tapi dimana sih si Bagas? Engga ada kabar gini”
Menunggu memang engga pernah ada yg bilang menjadi hal yg menyenangkan, dimana pun menunggunya tetap menjadi hal sangat membosankan.
“Eh liat Bagas ga?” tanya Cindai ke salah seorang teman sekelas Bagas yg terlihat baru mau pulang
“Bagas? Lah lu engga tau?” tanyanya
“Engga tau apa?”
“Bagas kan lagi disidang di ruang kepala sekolah”
“Hah serius?”
“Iya lah ngpain gue boong”
“Oke deh! Thanks ya”
Tanpa pikir panjang Cindai sesegera mungkin menuju ruang kepala sekolah. Pertanyaan pertanyaannya saat menunggu tadi sepertinya terjawab sudah, Bagas engga datang karena memang sedang disidang atas perkelahiannya tadi.

Di ruang kepala sekolah, ada ibu Ira yg menghadapi dua anak didiknya. Josia dan Bagas, untuk kesekian kalinya dihadapkan dengan kejadian yg sama, seperti mereplay kejadian kejadian yg udah pernah mereka lakukan sebelumnya. Semuanya berujung di meja kepala sekolah ini
“Untuk kali ini ibu engga bisa mentorerir, Bagas – Josia” ucap si ibu kepsek
“Kalian nyadar gak, kalian ini udah kelas 8, bentar lagi mau naik kelas 9. Berilah contoh yg baik untuk adik adik kelas kalian. Kamu Bagas, sebagai ketua osis harusnya kamu lebih bisa bersikap. Bagaimana nanti pikiran orang terhadap kamu – ketua osis yg sering buat keributan!?”
“Iya bu” jawab Bagas sambil menunduk
Cukup lama, lama dan agak lama mereka disidangkan siang itu. Sepertinya bu Ira kali ini bener bener sangat marah pada dua anak itu. Seperti seseorang yg selalu dijanjikan tapi juga selalu dikhianati. Berjanji tidak akan mengulanginya lagi tapi tetap dilanggar dan mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Mungkin saat ini kesabarannya bu kepsek udah pada batasnya.

Cindai masih menunggu di luar ruang kepala sekolah, harap harap cemas menanti keputusan ibu kepsek. Engga berapa lama, Bagas keluar dengan ekspresi yg sudah bisa dipastikan; murung, kecewa dan sedih. Saat keluar, ia tak berbicara apapun. Dia hanya melihat Cindai yg udah dari tadi menunggunya.
“Gas…” ujar Cindai saat Bagas keluar ruangan
Bagas hanya berusaha tersenyum tipis, dipaksakan untuk memaksa agar terlihat tegar. Dia memberikan sebuah surat yg ia pegang kemudian pergi tertunduk lesu penuh dengan kekecewaan. Cindai melihat surat itu, membaca dan memahaminya. Sebuah surat peringatan yg pastinya berupa peringatan peringatan – diskors adalah satu satunya cara ketika peringatan itu diabaikan. Cindai melihat Bagas dari tempatnya, terlihat Bagas berjalan dengan kecewanya. Cindai mengerti dan sangat mengerti atas keadaan Bagas saat ini. Berharap kehadirannya saat itu, engga akan membuat Bagas lebih terbebani. Cindai membiarkan Bagas jalan sendiri dulu, sampai waktu yg benar benar tepat, ia akan menemaninya
“Hey ndai” sapa Josia yg baru keluar dari ruang kepala sekolah
“Hay jos, kamu abis disidang juga ya?”
“Iya… hehe udah biasa” jawabnya nyantai
Mendengar ada suara Josia, Bagas langsung berbalik arah dari jalannya. Mendekati Cindai yg  saat itu bersama Josia. Ekspresinya kali ini berbeda, dia berjalan lurus menuju mereka. Meraih tangan Cindai, menggenggam
“Pulang yuk” ajak Bagas dan membawanya pergi
Membawanya pergi menjauh dari Josia. Cindai hanya menuruti keinginan Bagas saat itu

Di perjalanan pulang menjadi sangat kaku, engga ada percakapan di taxi yg mengantarkan mereka pulang. Cindai belum berani untuk menanyani Bagas banyak hal, Bagas juga belum mau cerita – mereka hanya diam. Bagas lebih sering melihat luar dari kaca mobil dan Cindai sering melihat ke arah Bagas. Melihatnya dengan tatapan cemas. Genggaman tangan masih menempel di keduanya, Bagas seperti hanya ingin memastikan dirinya kalau Cindai selalu ada di sampingnya. Walaupun engga berbicara apapun, kehadirannya sudah cukup mengobati atas perasaan nya yg gak karuan saat itu

***

“Aw aw… sakit ndai” rintih Bagas yg sedang diobati oleh Cindai
“Ini juga udah pelan pelan”
“Tau nih ka Bagas, lebay banget!” ujar Cindy yg juga ada disana
“Yee sakit tau de” balas Bagas
“Makanya jangan suka berantem!” Cindy menjawab
“Tuh dengerin!” tambah Cindai
“Ih keroyokan!” ujar Bagas
“Marahin aja tuh ka, ka Bagas emang bandel” ujar Cindy ke Cindai
“Susah dibilangin de” kata Cindai melirik Bagas
“Eh de tidur sana, besok sekolah kan?” ujar Bagas menyuruh ade nya untuk tidur lebih awal
“Yah ka baru jam berapa”
“Yee entar kesiangan loh besok. Udah sana”
“Iya iya” jawabnya dan meninggalkan posisinya
“Hahahaha” Bagas tertawa puas
“Eh kenapa gas?” tanya Cindai
“Engga papa” jawabnya nyengir
“Besok Bagas engga usah sekolah aja”
“Gak sekolah? Tapi Cindai temenin Bagas ya di sini”
“Ya pulang sekolah entar Cindai ke sini lagi”
“Yaaah engga mau ah, berarti kamu masuk sekolah dulu gitu?”
“Ya iya lah…”
“Engga engga engga, kalo gitu Bagas sekolah aja”
“Emang kenapa sih?”
“Bahaya!”
“Bahaya kenapa?”
“Bahaya ninggalin Cindai sendiri di sekolah”
“Yeee lebay banget, kan ada anak anak”
“Tetap aja. Ada Bagas aja masih ada yg berani, gimana kalo Bagas engga ada? Udah besok Bagas sekolah aja”
“Emang udah engga papa?” kata Cindai sambil melihat luka Bagas di wajahnya
“Engga… kayak gini doang juga! Aw aw aw” rintih Bagas tiba tiba
“Eh mana mana yg sakit?” tanya Cindai khawatir
“Sini ndai, di sini” Bagas mengarahkan tangan Cindai tepat di jantungnya
“Sakit ndai di sini” ujarnya lagi
“Di sini sakit?” Cindai yg masih belum menyadarinya
“Iya disini sakit banget, sakit banget kalo Cindai deket deket sama cowo lain” ujarnya sambil senyum
“Yeeeeeee” cubit Cindai ke perut Bagas
“Aw sakit ndai! Yg ini beneran sakit” Bagas tersenyum dan merintih kesakitan
“Hahaha maaf maaf… lagian!” ucap Cindai yg wajahnya udah merona
“Eh orang tua kamu belum pulang gas?” tanyanya
“Engga tau! Mungkin lupa dimana rumahnya kali” ucap Bagas cuek
“Yee ngaco!”
Menemani Bagas di malam itu, membuat Cindai sangat berarti. Senang bisa dibutuhkan sama orang yg membutuhkan kita. Merawat Bagas, dari hal yg terkecil sampai menjaga Bagas dari hal hal yg bisa membuatnya diskors di sekolah. Cindai harus benar benar memantau kegiatan Bagas, ia engga mau kalau Bagas kembali membuat keributan yg bisa mengancam jabatannya dan juga kehadirannya di sekolah. Bak seperti manager untuk Bagas dan bak seperti bodyguard untuk Cindai. Mereka sama sama protective, untuk memprotect satu sama lain.


Di sekolah, pagi ini seperti menjadi hari baru untuk Bagas. Hati yg udah jauh lebih tenang sekarang ya walaupun masih sakit sakit di beberapa bagian tapi dia tetap ingin masuk sekolah. Kembali berkutat dengan urusannya di osis, meninggalkan kejadian kemarin. Kejadian kemarin yg rasanya seperti nano nano; ada manis, asem, pait bercampur jadi satu rasa di hari kemarin. Rasanya seperti menambah semangat untuk hari ini ketika semalem menutup hari nano nano itu bersama seseorang yg disayangi
“Hey Bagas!” sapa Chelsea masuk ruang mading
“Kamu udah baikan?” ucapnya menyentuh dan memeriksa wajah Bagas
“Engga papa” Bagas menuruni tangan Chelsea yg menyentuh wajahnya
“Eh aku denger kamarin katanya kamu disidang di ruang kepsek ya?”
“Iya!”
“Hah? Terus?”
“SP” ujarnya tenang
“SP? Kok kamu nyante gitu sih” tanyanya heran
“Emang harus gimana?”
“Yaa gak gimana gimana sih, takut aja kamu bakal diskors”
“Engga mungkin”
“Kok bisa?” tanya Chelsea penasaran
Saat masih bertanya tanya atas sikap Bagas yg sangat nyantai sekali saat itu, bingung dan penasaran masih menghinggapi pikirannya – ada sms masuk di handphone Bagas, sms yg bertuliskan seperti;
“Jangan lupa makan, obatnya diminum daaaaaaaaannn… jangan nakal!”
Sms Cindai yg membuat Bagas senyum senyum sendiri, sms Cindai yg membuat Bagas jadi makan tepat waktu dan sms Cindai yg selalu mengingatkan Bagas akan kesehatan
“Ada manager exclusive yg selalu ngingetin gue akan banyak hal” ujar Bagas senyum ke Chelsea untuk menjawab rasa penasarannya itu
Chelsea masih bingung atas pernyataan Bagas yg bilang ada manager exclusive. Apa maksudnya? Masih saja pikirannya dibuat bertanya tanya.
Bagas meninggalkan Chelsea dan kebingungannya, keluar ruang osis masih tetap dengan senyumnya dan engga lupa membalas sms dari manager exclusive nya itu
“Iya… jangan lupa makan juga ya aaaannnndddd keep away from the boys” balasan Bagas ke Cindai.

-besambung- 

Label: ,



Older Post | Newer Post
Navigations!

Refresh About Cerpen Cerbung


Let's Talk!

Followers!


message?


The Credits!

Template by : Farisyaa Awayy
Basecode by : Nurynn
Full Edited : Tria