Ku Tunggu Kau di Jakarta
5/26/2014 @ 11:58 AM | 0 Comment [s]
Manado di pagi hari…
Maret, 2014
Suara handphone berdering nyaring,
bersaut-sautan dengan ayam berkokok. Jam menununjukkan pukul 6 pagi namun
Manado masih saja sunyi sepi. Deringan handphone semakin keras namun tak ada
satu pun orang menjawab.
Sudah berbulan-bulan Bagas & Cindai tak
bertemu. Sudah berkali-kali juga Bagas menghubungi seseorang yg disayangnya
itu, namun nihil…
Terakhir kali mereka bertemu, saat birthday
party nya Chelsea di Jakarta. Waktu itu mungkin terakhir kali nya mereka
bersama. Setelah itu mereka seperti tidak mau saling kenal, oh no no no –
mungkin hanya Cindai yg tidak mau lagi kenal Bagas.
Meskipun begitu Bagas terus berusaha untuk
mengembalikan hubungan mereka seperti dulu, mencoba menghubungi Cindai terus
menerus tapi percuma… Cindai sudah menutup hati nya rapat-rapat untuk Bagas. Bagi
Cindai, kejadian waktu itu sudah membuatnya sadar kalau Bagas bukanlah cowok yg
baik, bukan seseorang yg pantas dipertahankan dan diperjuangkan. Rasanya semua
kepercayaan dia terhadap Bagas selama ini, runtuh tak berbekas.
Oktober 2013,
Semua orang terlihat bahagia. Semua orang terlihat
larut dalam pesta yg diadakan Chelsea di ultahnya yg ke 17. Semua family,
friend hadir untuk menyelamati gadis cantik itu.
Cindai, salah satu guest special bagi Chelsea.
Seorang sahabat yg sudah dikenalnya dari SD sampai sekarang. Difa juga engga
kalah specialnya. Cowok yg beberapa taun terakhir selalu dampingin Chelsea itu,
terlihat charming dengan kemeja putih nya.
Bagas, satu-satunya sahabat yg missing saat itu.
Sudah dua jam pesta berjalan – Bagas belum juga datang. Sudah bolak-balik
Cindai melihat jam tangannya, berkali-kali melihat pintu depan dengan gelisah,
berkali-kali juga melihat handpone yg dipegangnya; berharap seseorang
mengangkat telponya atau ada seseorang yg menghubungi nya walaupun itu hanya
sekedar SMS but it never happen. Bagas masih belum terlihat di pesta yg
bertemakan putih itu.
Di tempat lain…
“Gas, kamu kenapa sih gelisah gitu?” tanya mama
Bagas dalam perjalan pulang. “ah engga papa ma” jawab Bagas datar. “pak Amir,
bisa cepetan dikit ga?” perintah Bagas ke supir yg mengantar mereka sambil
memutar-mutar handphone nya yg lowbet.
Mama Bagas tak mengerti dengan tingkah anaknya
itu. Dia hanya menggeleng dan melajutkan pandangannya ke jalan.
Setelah mendrop mama nya di depan rumah, Bagas
cuss menuju b’day party nya Chelsea. Berharap ia engga cukup telat untuk bisa
menikmati seru nya pesta itu. Selain itu… dia ingin menepati janji ke seseorang
yg telah membuatnya gelisah di acara arisan mamanya.
Bagas sudah terlanjur janji. Janji nya adalah,
ia akan datang malam itu apapun yg terjadi. Janjinya adalah dia akan
mendampingi Cindai malam itu. Janjinya adalah dia akan menjadi the only one
Cindai’s prince tapi semua itu kayaknya akan berakhir tidak sesuai harapan. Dia
datang 10 menit sebelum pestanya usai.
Di tempat pesta…
“Masih belom dateng ndai?” tanya Chelsea. “engga
tau lah. Udah jam segini mah engga dateng kali” jawab Cindai datar.
“mungkin ada urusan kali si Bagas” Difa
berspekulasi. Cindai hanya menggerutkan dahi nya.
Saat mereka baru mau meninggalkan pesta, ada
suara hiruk-pikuk dari taman samping. Semua orang di taman bersorak-soray dan
bertepuk tangan.
Di taman pandangan orang-orang tertuju pada satu
pemandangan yg tak biasa. Pemandangan yg siapapun melihatnya tak akan percaya.
Ada Bagas, seseorang yg ditunggu Cindai daritadi terlihat sedang mencium salah
satu tamu pesta. “Ciyeeeeeeeee” ledek semua orang. Dan Bella, seseorang yg
diteriakan anak-anak di sana tampak memeluk Bagas sangat erat. Memeluknya erat,
melingkarkan kedua tangannya di leher Bagas hingga membuat rambut Bagas
berantakkan tak beraturan.
Cindai melihat pemandangan itu dengan kedua
matanya. Dia tak mau mempercayainya tapi apa yg diliatnya adalah nyata, itu
Bagas! Benar itu Bagas! Dadanya mendadak terasa sesak, kaki nya terasa tak
cukup kuat untuk menopang tubuhnya.
Dan Cindai beranjak meninggalkan tempat itu
dengan bercucuran air mata. Ia tak mau satu orang pun tau dia kalo dia sedang
menangis, termasuk sahabatnya. “Cindai…” ujar Chelsea berusaha mencegah Cindai
pergi.
Di sisi lain, Bagas bersusah payah menyudahi hal
yg memalukan itu. Penampilannya jadi berantakan, sekitar mulutnya belepotan
sisa-sisa lipstick yg menempel. Dia melihat Bella dengan geram. Ia bingung
persis seperti orang bodoh! Ia melihat sekitar, sampai akhirnya melihat ada seseorang
sedang berlari meninggalkan taman. Dan dia tau itu Cindai…
Bagas sontak berlari mengejarnya, sambil
mengelap mulutnya dengan kemeja putihnya. Mata nya mulai berkaca-kaca. Dia tau,
Cindai marah besar dengannya. Meskipun begitu ia engga peduli, yg dia pedulikan
adalah apakah Cindai mau mendengarkan penjelasannya dan mau memaafkannya?
Dengan pikiran kacau, ia terus berlari…
“Cindaaaai!!!” teriaknya sambil meraih tangan
Cindai. Dengan napas yg ngos-ngosan dia menghentikan Cindai dengan memeluknya
dari belakang. “itu semua engga seperti yg kamu liat ndai…” ujar Bagas dengan
cepat.
Cindai berontak, dia berbalik badan. Matanya merah,
mungkin tangannya sudah udah lelah menghapus air matanya lalu dibiarkan saja
air mata nya itu bercucuran deras membasahi pipinya. Cindai marah, dia kesal,
dia kecewa, dia benci dan semua itu diluapkan dengan memukul-mukul Bagas. “kamu
jahat gas! kamu jahaaaaat!!!” teriaknya
Bagas tak berontak. Dia membiarkan tubuhnya
menjadi bulan-bulanan kemarahan Cindai. Dia memang pantas mendapatkan itu,
menurutnya! “pukul aku ndai, pukul aku sepuasnya!” teriak Bagas, “kalo itu
emang bisa ngebuat kamu maafin aku” tambahnya.
Finally tamparan keras mendarat di pipi Bagas.
Plaaak!!! “sakit?!” tanya Cindai sinis. “tapi aku gak cuma sakit gas, aku juga
kecewa, marah dan yg pasti aku benciii banget sama kamu gas!!!” ujar Cindai
dalam, berusaha menahan emosi nya yg meluap-luap. “kita putusss!!! Aku gak mau
lagi kenal sama kamu! kamu brengsek!!!” geram Cindai dan pergi meninggalkan
Bagas sendiri…
“baru pertama kali kamu semarah ini sama aku
ndai” batin Bagas tak percaya.
***
November – February 2014
Sejak saat itu Bagas kehilangan contact dengan
Cindai. Semua upaya untuk menghubungi Cindai sia-sia. Nomor Cindai engga lagi aktif,
di sekolah pun sama. Dia udah jarang masuk. Rumah nya sering sepi, seperti tak
berpenghuni. Cindai mulai mundur perlahan dari kehidupan Bagas.
Sampai akhirnya Bagas pun tau kalo Cindai sudah
pindah ke Manado. Tanpa pamit, tanpa memberi kesempatan untuk Bagas menjelaskan
semuanya. Dia merasa hidupnya kini sia-sia. Untuk apa hidup terus menerus dalam
penyesalan? Terakhir kali Bagas mendapatkan nomor baru Cindai dari teman
sekelasnya Cindai. Namun percuma, telponnya gak pernah diangkat. Sms nya pun
gak pernah dibalas. Pernah Bagas coba hubungi dia pakai nomor lain, diangkat
sebentar. Namun ditutup lagi, lagi dan lagi… Bagas has got depress!
“Sha, coba lu yg telpon Cindai gih” suruh Bagas.
“Kenapa engga lo aja?!” tanya Marsha, teman sekaligus sepupu Cindai.
“Yaelah udah sering, kalo diangkat sih ngapain
gue nyuruh lo! Engga pernah diangkat ama Cindai. Ayo dong, gue pengen banget
denger suaranya!” cerocos Bagas
“Yeee bawel! Yaudah yaudah…”
“Yes!!! Load speaker ya, gue pengen denger
suaranya!”
“Okay!” Koneksi pun tersambung, ada sapaan khas
dari seseorang di ujung telpon sana dan itu membuat Bagas deg-deg’an sekaligus
seneng bukan kepalang.
“Hallo…” sapa Cindai
“Cindaaaaaaai… Marsha nih!” saut Marsha
“Iya gue tau. Apa kabar sha?” tanya Cindai. Bukannya
menjawab, Marsha justru sibuk menutup mulut Bagas. Saking excited nya Bagas,
pengen sekali menyapa Cindai tapi Marsha tau kalo itu sama saja mematikan
telponnya dengan Cindai.
Marsha tau kalo Cindai masih sakit hati dengan
Bagas, Marsha juga tau kalo Cindai belum mau berhubungan lagi dengan Bagas.
“Gassss!!! Entar Cindai denger! Lu kan janji cuma mau denger suaranya aja!!!”
bisik Marsha, masih sambil mendekap mulut Bagas yg kegirangan. Bagas pun
mengangguk lemes.
“Sha? Kenapa sih?! Hallo?” ujar Cindai heran.
“Hallo ndai, haha gak papa kok. Eh lu kapan ke Jakarta lagi?” tanya Marsha
“Yaah engga tau sha, kenapa emang? Kangen yaa?”
“Iya lah kangen!!! Banyak tau yg kangen sama
lo!” ujar Marsha sambil melirik Bagas yg senyum-senyum sendiri
“Hahaha masa sih?” tanya nya. Bagas udah
gregetan, dia pengen sekali bilang yess, I miss you Cindai tapi belom bisa! Dia
hanya bisa berucap tapi tanpa bersuara, lalu dia mencium handphone Marsha yg
dibiarkan ditaro di meja.
Marsha mentoyor kepala Bagas, “Handphone gue
bego!!!” ujar Marsha juga tanpa bersuara.
Berbulan-bulan sudah, Cindai mendiami Bagas
seperti itu tapi Bagas gak pernah nyerah. Dia terus berjuang demi dapat maaf
dari Cindai walaupun kemungkinan itu 1:1juta tapi dia masih terus berjuang
sampai akhir hayat nanti.
Tiap hari ratusan missed call dari Bagas,
puluhan SMS dari dia. Kadang cuma nulis; udah makan belom, jangan lupa sarapan,
Bagas sayang Cindai atau kadang mengirimkan kata-kata cinta yg indah sekali
tapi Cindai tetap tak bergeming.
Cindai bukan gak sayang lagi sama Bagas tapi dia
punya seratus alasan untuk mengelak. Meskipun begitu, sekuat apapun gadis itu
menolak tapi hatinya masih saja terpaut dengan seseorang di Jakarta sana -
batinnya sakit, sakit banget… bahkan sampe sekarang dia masih sering nangis
sendiri, memandangi poto-potonya dengan Bagas.
Di dompetnya juga masih terpajang poto mereka berdua
saat di sekolah. Poto itu saat Cindai lagi merayakan ultahnya ke 16, dia
memberikan potongan kue pertamya nya ke Bagas dan pas dijepret saat Bagas
mencium kening Cindai dengan lembut tepat di depan anak-anak satu kelas.
Mungkin urusan pelajaran Cindai memang pintar
tapi dia menjadi sangat bodoh untuk soal ini. Bodoh karena dia engga bisa
menemukan jawaban atas kegalauan dia, bukan seperti matematika yg selalu ada
rumusnya.
Kenyataannya hatinya memang kangen, kangeeeen
sekali dengan cowo yg selalu membuatnya bahagia itu. Dia juga pengen
hubungannya dengan Bagas seperti dulu tapi… Tiap kali dia inget kejadian itu, tiap
kali itu juga ia menolaknya!
---
Padahal sejak peristiwa b’day party Chelsea
waktu itu, Bagas murka dengan Bella. Bagas melabrak Bella dan teman-temannya
pada saat itu. Ternyata Bagas menjadi bahan taruhan oleh Bella dan
teman-temannya. Mereka memberi tantangan ke Bella, apakah dia berani mencium
Bagas di depan banyak orang? Dan tantangan itu pun terjawab sudah…
Waktu itu Bagas sengaja datang lewat pintu
samping karena lewat pintu depan pun percuma, pintu sudah terkunci karena acara
memang udah mau selesai. Saat baru datang Bagas langsung dipanggil Bella cs. “hai
gas, kok baru dateng” tanya Bella saat itu.
“iya nih bel, gue telat. Gue masuk dulu ya” ujar
Bagas beranjak pergi. Dan ketika itu lah Bagas dicegah, Bella menahan tangan
Bagas, Bagas berbalik badan, Bagas kaget melihat Bella langsung melingkarkan
lengannya ke lehernya dan mendaratkan kecupan paksaan itu. Untuk sesaat Bella
menahan moment itu, walaupun dengan susah payah karena keberontakan Bagas tapi
dia harus terus menahan moment itu sampai teman-temannya memberitahukan moment
itu ke semua orang yg ada di sana. Sampai akhirnya Cindai Chelsea dan Difa pun
datang…
Maret, 2014
Semua euphoria menyambut birthday nya Bagas.
Malah orang di rumah sudah excited dari awal Maret lalu. Pagi ini ada team
decoration datang ke rumah Bagas, special untuk mendecor ultah Bagas yg ke 18.
Namun, Bagas masih terdiam di balkon kamarnya.
Udara sejuk pagi itu tak membuatnya merasa nyaman. Ia masih saja tertunduk,
memandangi handphone nya. “Kenapa gak diangkat sih ndai… Bentar lagi ulang taun
Bagas. Apa kamu udah lupa?” batinnya lirih sambil menarik nafas panjang.
Embun pagi itu terasa dingin, dingin sekali…
terlebih untuk Bagas yg hatinya sudah kosong sejak kepergian Cindai. Dia cuma
bisa mengingat-ngingat masa-masa bersama Cindai sambil tersenyum. Tepat setaun
yg lalu, saat semua anggota keluarga nya pergi di saat b’day-nya, cuma dia dan
Cindai yg merayakan bersama di sini. Tepat di balkon ini.
Kalo malam, di sini bisa terlihat bintang-bintang
dengan jelas. Engga ada pohon yg menghalangi – hanya balkon dan beratapkan
langit. Cindai membawa kue ulang taun, komplit dengan lilinya pada saat itu.
Engga besar tapi itu buatan dia sendiri. Kado ultah pun engga mahal tapi Cindai
tau apa yg dibutuhkan Bagas.
Sebuah gitar klasik baru diberikan Cindai saat
b’day Bagas ke 17. “Happy birthday sayang…” ucap Cindai dengan senyumnya sambil
mengecup pipi kiri dan kanan Bagas. Cindai paham sekali, Bagas butuh gitar itu
untuk kebutuhan les musik nya. Lagi-lagi Bagas dibuat tersenyum mengenang masa-masa
itu.
Tanpa sengaja mata nya kini berkaca-kaca. Dia
mengucek kedua matanya, sambil tarik napas panjang. Merasakan udara pagi,
membiarkan udara masuk ke tubuhnya dan mencoba melepaskan diri dari beban yg
dipikulnya.
Di tempat lain…
Tok tok tok… suara orang mengetok pintu di pagi
hari. Ada seseorang bergegas berlari untuk membukanya, “ada apa ya?” tanya
seorang wanita paruh baya ke seseorang di depan pintu.
“benar ini kediaman Cindai Gloria?” tanya
seseorang, dia seperti kurir. “iya benar. Ada apa ya?” tanya wanita itu
“ada paket dari Jakarta untuk Cindai. maaf baru
diantar sekarang, birokrasi pemerintah desa berbelit-belit. Mesti disortir dulu
segala macem jadinya sempet ketahan untuk beberapa lama” beber si kurir
Cindai tanpa sengaja mendengar percakapan itu.
Ia langsung keluar, “ini paket untuk aku?” tanyanya ke kurir
“iya mba” jawab kurir
“Akh?! Ini udah dari dua bulan lalu! Masa baru
diantar sekarang sih pak!?” sewot Cindai saat melihat tanggal di kemasan luar
paket itu. “udah lah sayang… kan udah dianter juga” ujar wanita itu bijaksana
“gak bisa gitu dong mah! Kalo penting gimana
nih?! Bapa mau tanggung jawab, ah?!” geram Cindai, “lagian birokrasi macam apa
sih yg menahan-nahan hak seseorang kayak gini?!” tambahnya
“udah udah… makasih ya pak…” ujar mama Cindai
mengakhiri.
Cindai langsung masuk kamar. Segera ingin ia
buka paket yg beramplopkan cokelat itu. Ternyata ada sebuah compact disk (CD)
dan selembar surat di dalamnya. Surat yg bertuliskan; ‘if you didn’t give me any single time to explain, wish the CD could
let you through exactly what had happened. Luv ya! –Bagas’
Sejak Cindai sama sekali gak mau dengar
penjelasan Bagas, sejak kepergian Cindai ke Manado, sejak Cindai gak mau lagi
berhubungan dengan Bagas, Bagas sengaja merekam penjelasannya di dalam sebuah
kaset. Dalam video itu, Bagas menceritakan semua-muanya. Dari hal kenapa dia bisa
datang telat sampai ke kejadian itu. Semua itu terangkum dalam satu compact
disk itu.
Cindai menangis sejadi-jadinya. Ia ingin sekali
teriak sekencang-kencangnya. Dia begitu menyesal apa yg udah dia lakukan ke
Bagas. Dia merasa bersalah sekali. Dia merasa jadi orang yg paling jahat
sedunia! She feels she doesn’t deserve to get forgiveness from Bagas.
“Bagaaaaaaas…” lirih Cindai sambil memandangi
poto kebersamaan mereka. “Ya Tuhan… jahat banget aku Tuhan” batinnya sambil
melihat handphone dan ternyata ada ratusan missed call di notifications nya.
12.00AM WIB
“Happy birthday Bagas… Happy Birhtday Bagas…
Happy Birthday Bagas…”
Semua orang bernyanyi, menyelamatkan Bagas. Ada
keluarga, teman-teman dan saudara semua ngumpul malam itu. Bagas meniup lilin
dengan hati yg galau. Tak ada seseorang special di sampingnya, kecuali keluarga
dan teman.
Marsha dan Chelsea melihat Bagas dari jauh dan mereka
tersenyum – layaknya memberi semangat kepada seorang teman yg sedang rapuh.
Usai sesi potong kue, Bagas menarik diri dari
ramainya pesta. Dia pergi ke balkon favorite nya, sendirian. Mengambil
handphone dari saku nya dan lagi dan lagi ia hanya memandangi nya. Memandangi
wallpaper poto dirinya bersama Cindai.
Engga lama berselang, handphone nya berdering
dan langsung membuatnya kaget. Dia ragu untuk mengangkat, seperti tak percaya…
“ha a a loo” ujar nya agak gemetar
“Happy birthday Bagas, Happy Birthday Bagas,
Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday Bagas…” seseorang menyanyi
diujung telpon sana.
“Cindai? ini Cindai?” ujar Bagas tak percaya.
Tak ada jawaban di ujung telpon sana dan itu membuat Bagas penasaran. Ia yakin
sekali itu suara Cindai…
“Cindai…? Bagas tau itu kamu kan?” ucap Bagas.
Ia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan, “Bagas tau, Bagas tau kalo suatu
saat Cindai pasti maafin Bagas. yakan? Kamu kenapa diam aja? Jawab ndai? iya
kan?” desak Bagas
“Bagas…” ucap Cindai memulai. Bagas tersenyum
lebar. Hati nya mulai lega… rasa galau nya perlahan seperti pudar terkikis
dinginnya udara malam.
“Maafin Cindai gas… I’ve been so selfish” ujar
Cindai sedikit terisak
“Cindai gak pernah salah sama Bagas, Bagas yg
salah sama Cindai. Bagas yg sering nyakitin Cindai”
“no no no… coba aja Cindai mau denger penjelesan
Bagas dulu, coba aja Cindai gak pergi, ini gak akan berlarut-larut selama ini.
ini semua salah Cindai!” beber Cindai
Bagas terdiam dan dia tersenyum kecil. “Bagas
ngerti banget kenapa kamu bisa semarah itu ndai… kamu sayang banget kan sama
Bagas?”
“idiiih! GR!!!” Cindai gak terima dan suasana
mulai mencair
“Hahahahaha…”
“…………”
“Hmmm ndai? Will you please come back for me?”
tanya Bagas
“Why should I will?
“Do you still love me?”
“I do. I will be back. Will you wait?”
“I will always wait you here, in Jakarta. luv
you”
“Luv you…”
---
Note:
Thanks for reading guys. First of all, I'm so pleased in able to post a new short story 'again' after missing for a while. I've got no idea how bad my writing now, wish it still could entertain you all. Please let me know what you think, leave me a comment(s) in any social media I have. I will be fascinated to read all of your comments.
Somehow, I'm curious what happen in the day when BaDai meet again. Are you curious as well? Furthermore I've been thinking to write the next story but don't ask me so often when I will post because I'm not sorta an ontime person! Hahaha I will be excited to write this and hope you will be excited to wait too! Thanks
Label: Cerpen |
Navigations! Let's Talk! Followers! message?
The Credits! |