Cerbung BaDai: "Our First Met"
3/23/2013 @ 11:17 PM | 0 Comment [s]
Casts: Cindai, Bagas,
Difa, Novi, Gilang, Dinda, Salma, Josia Idola Cilik.
Guest: Mama Ira, Kak
Winda, Papa Adi
Matahari sepertinya
masih malu malu menampakkan sinarnya di pagi ini, engga ada bedanya dengan aku
yang agak nervous menuju sekolah baruku di Jakarta. Rasanya satu minggu sudah
cukup bagi ku untuk menyiapkan segalanya termasuk mencari-cari sekolah baru.
Sudah jauh-jauh pindah dari Manado, tentunya aku menginginkan sekolah yang
terbaik buat aku. Di dalam taxi menuju sekolah, aku bertanya-tanya bagaimana
nanti aku di sekolah, bagaimana anak-anak Jakarta memperlakukan anak daerah
seperti aku.
“Sudah jangan khawatir,
kamu pasti bisa cepat bergaul sama mereka” ucap mama tiba-tiba yg sepertinya
tau persis apa yg ada dipikiranku saat ini.
“Hmm iya ma…” jawabku
ragu dengan senyuman yg sedikit dipaksakan.
-di gerbang sekolah-
“Nanti pulang sekolah
mau mama jemput?” Tanya mama ketika aku baru turun dari taxi.
“Gak usah ma, aku bisa
pulang sendiri” jawabku.
“Kamu yakin?”
Aku menganggukkan
kepala dan tersenyum “Iya…”
Dan taxi mama pun pergi
melaju… aku tau persis pasti mama masih punya setumpuk urusan, aku engga mau hanya
dengan meluangkan waktunya menjemput ku, mama harus menskip beberapa
pekerjaannya.
Menelusuri koridor
sekolah yg masih asing bagi ku, rasanya aku akan cepat bisa beradaptasi. Banyak
mading di sekolah ini, aku jadi teringat ketika di Manado dulu. Sebagai mantan
ketua mading, naluriku pun langsung meningkat ingin turut serta
menggoret-goretkan tulisanku untuk menghiasi mading mading ini.
Di lapangan basket ada
beberapa anak yg sedang bermain, lapangannya lebih besar daripada sekolahku
dulu. Ada beberapa anak perempuan yang berkumpul disana, sepertinya ada bintang
sekolah sedang bermain di lapangan itu. Aku yg tidak begitu peduli dengan
keramaian itu, langsung menuju ruang kepala sekolah.
“Di sini ada banyak
sekali ekskul, kamu bisa ikut salah satu ekskul itu” penjelasan ramah seorang
ibu kepala sekolah kepada ku.
“Iya bu, tadi di
koridor depan saya melihat banyak mading. Saya ingin menjadi salah satu
pengurus mading itu. Saya suka menulis” jawabku antusias.
“Tentu. Kamu bisa
bergabung di komunitas mading dan kamu beruntung ketua mading di sini satu
kelas dengan kamu di VIII 2” jelasnya.
“Bu Ira, Cindai sudah
bisa masuk ke kelas barunya. Bel baru saja berbunyi” ucap seorang guru yg baru
saja masuk ke ruang kepala sekolah ini.
“Oh iya baik. Cindai
perkenalkan, ini Miss Winda. Beliau yg akan mengajar subject bahasa Inggris di
kelasmu”
“Oh very nice to meet
you Miss Winda” sambutku dengan Inggris yg masih ber’accent Manado.
“Nice to meet you too
Cindai” Miss. Winda menyambutku dengan senyuman lebar.
“Cindai ini anak yg
berprestasi di sekolahnya dulu, Inggris termasuk salah satu keahliannya. Dia
pernah menjuari beberapa English Debating di Manado dulu” puji Ibu Ira yg
membuatku pun merasa tak enak hati.
“Oh ya? Saya yakin kamu
pasti bisa cepat beradaptasi di sekolah ini” ucap Miss. Winda percaya diri.
“Terima kasih Miss”.
Jawabku singkat
“Could I have your
attention, please” pinta Miss Winda di kelas VIII 2.
“I would like to
introduce your new friend. She is from Manado. She just moved here one week
ago. Ok Cindai, you could introduce yourself to them”.
“Thank you Miss Winda.
Hi everyone, my name is Cindai. As she said, I am from Manado. I moved here
because of my parents’ business. I love writing, I hope I will get new
experiences here and share everything that I have” introduce ku dengan percaya
diri.
“Hi Cindai, nice to
meet you” jawab teman teman baru ku di kelas serempak.
Semuanya tersenyum,
rasanya aku akan betah di kelas ini. Seperti semuanya menyambut ku dengan baik.
“Ok Cindai, you may sit
with Difa. Difa, could you share your table with Cindai?” pinta Miss Winda pada
salah seorang muridnya.
“Of course, Miss” jawab
Difa dengan senyuman manisnya.
Aku pun menuju tempat
duduk itu, di sambut dengan senyuman Difa. Dia sepertinya anak baik dan ramah.
“Hi” katanya
“Hi Difa” balasku agak
sok akrab.
-di waktu istirahat-
“Cindai, bahasa
Inggrismu bagus banget. Ajari aku dong”
“Iya, katanya kamu juga
pernah ikut club English Debating ya di Manado?”
“Dulu di sini juga
pernah ada club bahasa Inggris seperti itu tapi sayang club itu udah engga ada,
di sini anak-anak lebih tertarik sport. Kayak futsal, basketball, badminton.
Kamu suka olahraga juga gak?
Tanya sekumpulan anak
anak kepadaku di kantin Aku pun senang melihat mereka sangat welcoming. Tapi
nama nama yang aku ingat hanya beberapa dari mereka saja yg sudah memperkenalkan
diri tadi di kelas. Mereka Novi, Difa, Salma, Dinda.
“Iya, aku sempet ikut
club debat itu waktu di Manado tapi udah lama banget. Sebenernya aku lebih suka
nulis daripada olahraga. Oya, di koridor depan itu banyak mading, aku pengin
ikut club mading itu”.
“Oh iya, mading disini
lumayan kece. Itu semua dikelola sama Gilang, kamu udah kenal dia?” tanya Novi.
“Hmm Gilang yg tadi di
kelas ya? Kayaknya dia agak jutek ya, tadi dia diem aja waktu aku senyum sama
dia”
“Ah dia sih emang gitu,
ndai. Entar kalo udah kenal juga dia baik banget koq” bela Difa
“Oya?”
“He’eh, kamu mau aku
kenalin sama dia?” ajak Salma
“Boleh” jawabku seneng.
“Dia biasanya jam
istirahat gini ada di ruang mading” kata Dinda.
“Yaudah kita kesana aja
yuk?” ajak Difa.
Kita pun langsung
beranjak dari bangku kantin menuju ruang mading.
“Gilang… ada yang mau
kenalan nih” serempak anak anak bilang seperti itu ke Gilang, aku jadi malu
melihat ekspresi kaget Gilang terhadapku.
“Hi lang” membuka
pembicaraan.
“Cindai kan?” sambut
Gilang.
“Iya… hehe”
“Ada apa?”
“Mau tanya tanya soal
mading”
“Kenapa? Kamu mau
gabung sama kami?” sambil memperlihatkan anak anak mading yg lain yang lagi
sibuk membuat kliping.
“Hmm iya… boleh?”
“Kamu bisa apa?”
“Hmm maksudnya?” tanya
ku gak ngerti.
“Kamu suka puisi,
cerpen atau…?”
“Oh aku suka nulis
cerpen” potong omongan Gilang.
“Hmm… cerpen ya?
Sebernya sih enggak ngaruh kamu suka nulis cerpen atau engga yang penting di
sini itu anak anaknya kreatif, buat berita yg entertain dan inspiratif” explain
Gilang.
“Iya aku ngerti koq”
“Hmm okelah… Welcome!”
sambut Gilang
“Thanks”
Semuanya tersenyum.
Difa, Salma, Novi dan Dinda pun yg tadi cuma ngedengerin percakapan aku sama
Gilang tersenyum, seperti menyambut kedantangan ku di club mading.
BRAAKKK !!!
Berantakan semua
kliping yang aku dan Novi bawa dari ruang mading. Ada dua anak yg sepertinya
lagi berantem dan salah satu dari mereka engga sengaja menabrak kami berdua. Dan
berantakan semua kliping yg mau kita tempel di mading. Melihat kliping kami
rusak diinjak sama mereka, salah satu dari mereka pun lari dan hanya
meninggalkan dia saja.
“Heh kamu tau gak,
kliping kita tuh jadi rusak!” ucap Novi marah terhadap dia.
“Terus salah gue gitu?”
ucapnya nyolot.
“Ya iyalah, elo sama
temen loe itu yang nabrak kita, sampe semuanya jatuh dan keinjek injek”
“Ya lagian ngapain
lewat sini”
“Ya loe ngapain
berantem di sekolah, gue laporin ke Pak Adi loh”
Pak Adi yang ku dengar
dari anak anak itu guru BP, specialis menangani anak anak yg nakal. Novi masih
saja marah marah ke dia yg menabrak kita. Sementara aku sibuk mengambil semua
kliping yg jatuh dan rusak. Entah bagaimana aku jelasin ini ke Gilang, aku jadi
merasa engga enak. Baru hari pertama gabung di club mading eh udah buat
kesalahan.
“Udahlah vi, yuk kita
balik ke ruang mading aja – benerin ini semua” pinta ku ke Novi
“Nah temen loe aja gak
ada masalah kan, kenapa loe minta tanggung jawab gue?!”
“Entar dulu ndai, dia
yg nabrak kita sampe semuanya berantakkan. Dia juga dong yg harus bertanggung
jawab”.
Untuk pertama kalinya
aku melihat dia yg menabrak kita. Sepertinya dia bukan anak yg brutal atau
nakal, dia seperti anak baik baik tapi entah kenapa dia seperti engga punya
rasa empati karena udah nabrak kita.
“Udah lah vi, kita
perbaikin aja yuk. Deadlinenya besok pagi kan? Lagian percuma juga minta
petanggung jawaban sama dia yg gak punya perasaan” jawabku sambil melirik sinis
ke dia.
“Eh loe bilang apa?!”
bentak dia kepada ku.
Dan Novi pun langsung
mengiyakan ajakan ku. Kami pergi meninggalkan dia yg tidak punya rasa bersalah.
Aku heran ada orang seperti dia, wajahnya tak selaras dengan prilakunya. Sayang
sekali! Meninggalkan dia sendiri dan tiba tiba teringat qouote ini yg sering
diucapkan orang banyak; “don’t judge a book by the cover”.
“Loh kenapa ini, kok
jadi berantakan gini” tanya Gilang heran kepada kami di ruang mading.
“Iya maaf ya lang, tadi
ada yg nabrak kita terus dia gak sengaja nginjek mading kita yg jatuh”
penjelasan ku.
“Siapa yg nabrak
kalian?” tanya nya.
“Bagas! Entah kenapa
tuh anak jadi brutal begitu” jawab Novi
“Bagas? Kenapa dia bisa
nabrak kalian?”
“Dia kayaknya tadi lagi
berantem ama Josia gitu, terus nabrak kita deh”
“Berantem?! Hmm yaudh
sini, kita perbaiki lagi klipingnya” ajak Gilang menyudahkan perkara.
Oh ternyata namanya
Bagas… gumam ku setelah mendengarkan percakapan Novi dan Gilang. Sambil benerin
kliping yg rusak aku bertanya pada Novi penasaran.
“Bagas tuh anaknya
emang begitu ya?” tanyaku ke Novi.
“Bagas? Dulunya dia
engga gitu, entah kenapa jadi kayak anak nakal gitu dia sekarang” katanya.
“Dulu dia engga kayak
gitu?”
“Engga, dulu dia juga
pernah masuk club mading ini dan prilakunya gak kayak gitu. Dulu dia sopan,
mungkin setelah masuk club basket jadi begitu dia”
Hmm masih bingung sih,
apa hubungannya berubahnya prilaku seseorang dengan club basket. Tapi sudahlah,
aku engga mau memperpanjang pertanyaanku. Nampaknya Novi juga masih kesel atas
peristiwa tadi.
-Bel Pulang Berbunyi-
“Cindai, kita searah
kan? Bareng aja yuk?” tiba tiba ajakan Difa
“Hmm iya, yaudh yuk.
Biasanya kamu pulang naik apa fa?”
“Naik apa? Naik bis
sekolah lah”
“Hah ada bis sekolah?”
tanyaku heran
“Emang kamu gak tau?
Tadi berangkat naik apa?”
“Dianter mama”
“Hmm dari sekolah
disiapin bis buat kita, tinggal liat jurusannya aja di papan bis itu”
“Hmm aku baru tau ada
bis sekolah disini hehe”
“Di Manado engga ada
ya? Hahaha”
“Hahaha biasanya kalo
di Manado kita naik sepeda ke sekolah”
“Enak… di sini bisa sih
naik sepeda, cuma tau sendiri Jakarta hahaha panas!”
“Hahaha ya aku tau”
Tiba tiba ada suara
klakson mobil. Ternyata itu mama nya Difa, dia sengaja menjemput Difa – katanya
ada urusan keluarga.
“Cindai maaf ya,
ternyata aku dijemput” maaf Difa
“Iya gak papa fa,
santai aja” jawabku
“Apa mau sekalian
bareng aja?” pinta mama Difa
“Ah gak usah bu, biar
aku naik bis sekolah aja” jawabku merasa tak enak
“Hmm yaudh… dah Cindai”
Mobilnya Difa langsung
meninggalkan sekolah, seperti lagi dikejar kejar waktu. Dan aku langsung masuk
bis yg sebelumnya sudah ku cek dulu bis mana yg menuju arah ke rumahku. Dan… ternyata
penuh, duh ternyata banyak juga yg searah – sampai gak kebagian tempat duduk.
Alhasil berdiri deh’ aku di dalam bis dan hanya seorang diri.
“loe duduk di bangku
gue aja” tiba tiba terdengar tawaran seseorang yg merelakan bangkunya untuk aku
duduki. Sambil melihat siapa orang baik hati itu dan ternyata Bagas…
-bersambung-
|
Navigations! Let's Talk! Followers! message?
The Credits! |