Hatiku Tertinggal Jakarta
10/19/2009 @ 4:32 PM | 0 Comment [s]
“Evelyn…???!!!”Teriak Bobby. Ternyata dia telat juga! “Huft! Elo juga telat?!” kataku. “Malam gue ngerjain tugasnya Pak Agus sampe jam 2, etlis telat deh gue bangunnya!” cerita Bobby. “lo sendiri kenapa telat?” tanya Bobby, “Eits gak perlu dijawab, memang sudah jadi rutinitas kan?” tandas Bobby! “Akh sialan lo, bukan itu! semalem Tante gue datang dari Bandung, dia ngajak ngobrol gue sampe malem, masa gue tinggal? Kan gak enak…” ngeles aku. “Eh tunggu, lo bilang lo udah ngerjain tugasnya Pak Agus… liat dong? Malem gue mau ngerjain tapi emang dasar tuh tante gue ngajakin ngerumpi mulu! Jadi gak jd deh…! Hehehehe” cerita aku. “Akh alasan aja lo! Ya udah nanti! Sekarang pikirin aja dulu nanti kita dihukum apa…!” jelas Bobby! Kami hanya liat-liatan sambil mengangkat bahunya dan menggelengkan kepala. Saat itu hening tidak lagi ada debat saling ngeles antara kami, yang ada hanya ker net bus yang teriak-teriak jurusan mobil. Setiap hari aku memang selalu naik angkot kalau pergi ke sekolah entah kenapa hari ini dipertemukan dengan Bobby, padahal biasanya tidak pernah bareng mungkin gara-gara Bobby telat jadi kebetulan ketemu. Dari kelas satu Aku memang sudah menaruh perhatian terhadap Bobby dan terus bertahan sampe tiga tahun. Tapi Aku berusaha menolak perasaannya, Aku tidak yakin seorang Bobby menyukai gadis yang pecicilan sepertiku! “Koramil, Koramil!!!” teriak kernet bus. Aku dan Bobby langsung bergegas turun dari bus. Dan jalan secepat mungkin. Sekolah kami memang dibelakang Koramil, disamping Kantor Kecamatan dan didepan Gedung Olahraga. Strategis banget memang, disana jadi sekolah favorit dan selalu jadi sorotan masyarakat. Selain tempatnya yang strategis untuk wilayah pendidikan, sekolah kami juga sering menjuarai lomba-lomba antar sekolah. … Gerbang sudah dututup, Pak Satpam sedang ngopi di pos nya merasa tugas sementara sudah selesai untuk membuka gerbang sekolah beliau bersantai ditempat kerjanya, namun tiba-tiba ada yang menggedor gerbang teriak-teriak minta dibukakan gerbang. Langsung dilihat olehnya, “kalian? Kalian tau jam berapa sekarnag?!” tanya Pak Satpam. “jam sembilan lewat sedikit banget…” jawabku. “nah sudah tau kan? Kalian sudah telat sejam!” “ayolah Pak please… kalau kami tidak dizinkan masuk berarti bapak sudah menolak rezeki. Bapak tau gak, dengan bapak membuka gerbang ini berarti bapak sudah membuka sendiri pintu rezeki bapak…” Ceritaku. “emang ada hubungannya ya?!” tanya pak satpam heran. “hm bapak pasti gak pernah baca buku Biografi, disana ada kalimat seperti itu…” kibul aku… Bobby hanya bisa menggelengkan kepala melihat tindakan aku, heran tapi membuatnya geli… mana ada buku Biografi menjelaskan tentang itu. “jadi gimana pak?” tanyaku kembali. “ya udah deh, tapi kali ini aja ya…?” pasrah Pak Satpam Yes!!! Teriak kami. Entah bagaimana Pak Satpam bisa percaya pada omongan aku… “eh parah banget lo boongin orang tua!” kata Bobby, “akh yang penting kita boleh masuk! Heheheh” jawabku enteng. ….. Tepat jam 10 bel berbunyi, waktunya istirahat tiba. Masa hukuman Booby dan aku pun berakhir, ya karena keterlambatan kami tadi, kami jadi harus berdiri dikoridor sekolah dan tidak boleh mengikuti pelajaran pertama berlangsung. “huft, selesai juga akhirnya!” lega aku “baru kali ini gue dihukum” Bobby celoteh “bagus deh! Kali-kali ngerasain bagaimana berdiri dikoridor sekolah, malu plus capek! Makanya jangan suka ledekin orang…” ceritaku “emang gue suka ngeledekin siapa?” tanya Bobby aku melirik tajam ke Bobby merasa dilupakan olehnya karena setiap aku dihukum, Bobby lah yang selalu meledekinya. “hahahahahahahahahah” mereka saling tertawa. “gue gak nyangka, akhirnya gue ngerasain juga apa yang sering lo lakuin.” Ungkap Bobby “udah lah males gue bahas lagi, sekarang gue mau ke kantin dulu!” tutupku. Aku langsung pergi meninggalkan Bobby yang masih berdiri di koridor. Nampaknya ada yang memperhatikan aku dari belakang, tapi entahlah! … “Evelyn!” ada sebuah suara dari kejauhan. Ternyata Caca, dia sahabat ku. Kami sudah berteman dari sejak SD sampai sekarang. Banyak sering yang bilang kami saudara kandung, karena begitu dekatnya kami. Sampai-sampai kalau salah satu dari kami ada yang sakit maka yang satu pun juga merasakan. “Caca! Ada apa lari-lari?” tanyaku heran “lo dihukum lagi? Kenapa sih…?” jawab Caca “sebenarnya ini juga yang pengin gue ceritai ke elo, Ca…” aku mulai cerita “ceritain apa?!” heran “semalam tante gue datang, dia ngajak gue buat tinggal dirumahnya di Bandung. Secara Bonyok gue kan bentar lagi mau ninggalin Jakarta dan bakalan stay yang cukup lama di Amsterdam. Gue bingung apa gue ikut Bonyok tinggal disana atau gue ikut Tante gue di Bandung…” bingung aku. Dari kecil aku memang sudah sering diajak orang tua pindah-pindah, karena mengikuti pekerjaan Papa yang memang seorang Diplomat. Walaupun Papa seorang Diplomat, tak ada sedikitpun rasa bangga pada diriku. Mungkin itu yang membuat Caca betah bersahabat denganku. “jadi lo mau ninggalin gue, Lyn…?” tanya cepat Caca Aku tidak menjawab, aku hanya memandang wajah sahabatku yang mendadak berubah jadi pucat. “please… jangan bilang itu benar!” tambah Caca “habis mau bagaimana lagi Ca, gue gak mungkin tinggal dengan Tante gue sementara gue belum pernah tinggal jauh dari orang tua…” ceritaku Caca tak menjawab dia menjadi pendiam sekarang. Hanya terlontar pertanyaan yang penting saja. “terus kapan lo berangkat?” “lusa” kataku datar. Hari itu kami diam seribu bahasa tak ada lelucon yang sering dibahas, tak ada debat antara kami. Kami berjalan sendiri-sendiri menuju kantin, banyak yang melihatnya aneh, tak seperti biasanya kami seperti ini. Kalaupun sedang marahan kami tak menunjukkannya terhadap orang-orang. Tapi kali ini kami lain, kami jalan berdua tapi dengan jarak yang cukup jauh dan tak ada percakapan didalamnya. … Esoknya kali ini aku tak terlambat datang kesekolah, aku diantar Bang Kumis supir pribadi Papa. Aku melihat aneh sekitar tak tampak Caca yang biasanya nunggu didepan gerbang, Bobby juga yang biasanya sarapan dikantin itu tak terlihat. Hari ini tidak menjadi hari yang seperti biasanya, semuanya terasa sepi di hidupku. “hey, Lyn!” ada suara yang membuyarkan pikiranku, ternyata Caca. “Caca? Lo dari mana?” tanyaku aneh, tidak seperti kemarin Caca yang mendadak pucat pasih, kali ini dia senang sekali seperti tak ada pikiran yang mengganjal dihatinya. Namun itu juga yang membuat hatiku lega. “gue habis dari perpus sama Bobby” jawab Caca “perpus? Sama Bobby? Sejak kapan lo jadi suka ke perpus sama Bobby?” heran aku. “gak sengaja tadi kita ketemu di depan perpus, terus waktu gue tanya ternyata dia mau cari buku yang sama kayak gue. Ya udah sekaian aja deh…” cerita Caca “emang lo cari buku apa sih?” tanyaku “ada deh…!” rahasia Caca. Tidak biasanya Caca seperti ini, seperti ada sesuatu yang dia tutupi dariku. … “hari ini kita mau makan apa Ca?” tanyaku. Bel istirahat memang sudah berbunyi dari lima menit yang lalu, tapi kami itu belum keluar kelas juga. “sorry Lyn, kayaknya hari ini gue gak makan deh! Ada sesuatu yang harus gue kerjakan” Caca “kerjaan apaan sih Ca?” heranku. “ada deh….” “huft! Lagi-lagi seperti itu! Gue jadi curiga sama elo!” “yang jelas gue gak melanggar norma-norma yang ada kok Lyn…” jelas Caca. Caca langsung beranjak pergi meninggalkan aku dan berjalan cepat menuju perpus. Aku hanya melihat heran tingkah laku sahabatku itu. … Esoknya hari itu pun datang, tiba saatnya aku berpamitan ke guru-guru dan teman-temanku termasuk Caca sahabatku. Kali ini air mata ku tak terbendung dan tumpah di pipi. Aku tak melihat Bobby dikerumunan teman-teman padahal saat-saat seperti ini aku ingin sekali memeluknya dan mengucapkan kata perpisahan. Kali ini Caca minta izin ke Wali Welas untuk mengantarkan aku ke Bandara. Selama diperjalanan kami saling memandang sedih dan tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. “nanti elo sering kabar-kabarin gue ya Lyn…” buka Caca “pasti! Lo jangan lupa juga sama gue ya…” kataku “gak mungkin gue ngelupain elo Lyn…” Tibanya dibandara, aku melihat sosok aneh di pintu keberangkatan. Sosok yang tinggi kurus, putih. Sepertinya aku kenal. Oh ternyata Bobby, tidak seperti biasanya dia mengenakan jas seperti itu. Terlihat tampan sekali, hatiku geli mendengarnya. “elo ngapain disini?” itu pertanyaan pertamaku setelah tiba menghampirinya. “menurut lo? Gue kerja disina…” jawab Bobby “I don’t think so” jawabku “ya iyalah, gue dari pagi sudah disini nunggu elo datang. Gue Cuma mau bilang minta maaf karena gue sering ngeledekin lo kalau elo lagi dihukum. Gue juga mau bilang kalau gue…” henti Bobby. “bilang apa?” kataku penasaran “gue mau bilang kalau gue sayang sama lo…” jawabnya dengan bibir bergetar. Baru kali ini wajah Bobby pusat pasih dan menunduk tak berani menatap wajahku. Ya mungkin ini kali pertamanya dia mengungkapkan perasaannya terhadap cewek. “jadi gimana?” tanyanya kembali “apanya?” jawabku meledek “soal perasaan aku…” tanyanya sedikit kesal “hm… aku belum tau kamu benar-benar sayang sama aku atau tidak sebelum kamu mau menunggu aku pulang dari Amsterdam.” “aku pasti tunggu kamu, Lyn” tegas Bobby “aku juga sayang sama kamu…” kataku. Mataku dan Bobby saling pandang sampai ada yang membuyarkannya “ehem! Ada yang dikacangin ney…?” masuk Caca “ops sorry!” kataku dan Bobby Akhirnya aku, Caca dan Bobby berpelukkan mengucapkan salam perpisahan. Caca yang kembali menangis disana hanya Bobby yang menahan air matanya hingga matanya merah. Aku baru sadar, mungkin ini kejutan yang dipersiapkan Caca untukku. Pantas saja belakangan ini dia terlihat aneh dan seperti ada sesuatu yang ditutupinya dariku. Ternyata dia memang tahu betul bagaimana cara membuat oranglain senang dan terharu. Aku melambaikan tangan pada seorang sahabatku dan pada seseorang dihatiku. Aku jadi punya semangat untuk pulang kembali selain untuk bertemu sahabatku, sahabat terbaik aku dan juga untuk menemui hatiku yang tertinggal disini… |
Navigations! Let's Talk! Followers! message?
![]() The Credits! |